Suatu sore di hari minggu, dengan
sengaja saya meluangkan waktu untuk jalan-jalan keluar masuk perkampungan
penduduk, di sebuah desa di kabupaten Bandung, saya ingin napak tilas, saya
ingin mengenang kembali saat-saat indah masa kecil saya, saya ingin menghirup
kembali harumnya aroma tanah basah, riuhnya semilir angin diantara daun-daun
pohon pisang, menghuninganya padi yang menyegarkan mata, kicauan burung dan
gemericiknya air.
Sepanjang mata memandang, yang
terlihat hanya hamparan padi yang siap untuk dituai, “hhhmmm.... betapa
suburnya Indonesia”, lamunan membentang kemasa lalu, ketika langkah kaki mulai
menapaki pematang diantara petak-petak sawah, ada pengalaman-pengalaman indah
yang tak mungkin untuk dilupakan.
Beberapa tahun yang lalu, saat usia
masih 12 tahun, saya sering main di sawah, mencari ikan dan belut, menangkap
burung, atau mencari telur-telur dari bebek yang sedang digembalakan, atau
hanya untuk sekedar berenang gratis di kolam ikan.
-------------------------------------------------
Burung gereja, burung pipit dan ketepel.
Setelah padi beberapa kali panen,
biasanya petani akan menanam palawija atau mengairi sawah untuk sementara,
tujuannya untuk penyegaran, agar sawah yang sudah beberapa kali ditanami padi
kembali subur pada musim tanam selanjutnya, dan palawija yang biasa ditanam
adalah pohon jagung, saat biji jagung mulai bermunculan saat itu pula sekawanan
burung gereja dan burung pipit mulai berdatangan, biasanya petani harus kerja
ekstra untuk menghalau burung-burung itu, dan saat itulah moment yang tepat
untuk berburu burung, saya pergi berdua teman kecil saya, namanya Dadan, dia
ahlinya berburu burung, tapi disana ternyata kami tidak cuma berdua, ada
beberapa orang yang memang sengaja berprofesi sebagai pemburu burung, biasanya
mereka berburu dengan menggunakan jaring khusus yang dibentangkan atau
menggunakan getah pohon yang sangat lengket sebagai perangkap.
Saya dan Dadan menggunakan alat
yang sangat sederhana, yaitu ketepel sejenis alat pelontar batu, bahan yang
paling baik untuk ketepel biasanya dibuat dari batang pohon jambu batu, selain
membawa ketepel, biasanya Dadan juga membawa panah, Dadan sangat ahli sekali
dalam memanah, dia bahkan mampu memanah ikan yang berenang di dalam kolam atau
sungai dari jarak yang cukup jauh, anak panahnya selalu melesat tepat sasaran.
Kami berburu burung menggunakan
ketepel, kami lontarkan batu kecil menggunakan ketepel kearah burung yang
sedang bertengger di atas pohon jagung, kami tidak pernah menggunakan panah
yang dibawa Dadan dari rumahnya, tapi panah tetap sangat kami butuhkan untuk
“melindungi diri” karena setiap pulang dan pergi kami harus melewati
wilayah/jalan yang banyak anjing liarnya, kami harus melewati rumah penduduk
yang memelihara anjing, bahkan anjing-anjing mereka dibiarkan berkeliaran di
depan rumahnya masing-masing, diatara anjing-anjing itu banyak juga jenis
anjing besar yang sangat berbahaya, seperti: helder, doberman, atau bulldog.
Saat anjing-anjing itu mulai
mendekat kearah kami, saat itulah Dadan beraksi dengan
panahnya,...”sreeepppttt”... biasanya anak panah yang dibidikan selalu menancap
tepat sasaran, kalau saya hitung mungkin lebih dari 7 anjing yang pernah
terkena anak panah, dan pastinya anjing-anjing itu mati. Wow... meskipun waktu
itu usia kami masih kecil, tapi keahlian Dadan dalam memanah tak perlu
diragukan lagi. Kami berdua selalu selamat dari gigitan anjing.
--------------------------------------------------
Mereka yang meracuni, kami yang
memungut.
Banyak cara untuk mendapatkan
belut disawah, selain dengan strum yang menggunakan accu, juga bisa dengan
racun, namanya portas, racun sejenis portas dapat dengan mudah didapatkan, biasanya bisa kita beli di
toko material bahan bangunan, saya sendiri kurang faham mengapa toko material
bahan bangunan menjual racun sejenis portas, mungkin ada fungsi lain dari
fortas ini sehingga toko material bahan bangunan menjualnya.