Please ENJOY

Selasa, 08 Mei 2012

Belajar Ikhlas


Hari ini ada pelajaran berharga buatku, entah itu cambuk atau teguran, yang jelas ada nilai-nilai sakral yang bisa aku petik untuk kebaikanku di dimasa depan agar aku senantiasa berhati-hati saat menapaki langkah selanjutnya.

Saat aku putar kembali memoriku ke belakang, mungkin saat itulah kisahku berawal, sekitar pertengahan tahun 90an, sudah lama memang lebih dari sepuluh tahun, tapi ingatan itu masih jelas tergambar, saat dimana aku terima telfon dari salah seorang komisaris di perusahaan tempatku bekerja, dia telfon minta tolong sambil terisak-isak nangis karena terbelit masalah keuangan, perusahaannya baik-baik saja, tapi masalah keuangan yang menimpanya adalah masalah keuangan pribadi yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan keuangan perusahaan, aku juga agak heran mengapa dia sampai terbelit hutang ke sejumlah rentenir, bukankah sebagai komisaris dia juga punya penghasilan tetap dan suaminya juga mempunyai kedudukan yang tinggi? Aku memang type orang yang mudah terenyuh menghadapi perempuan yang minta tolong sambil terisak nangis, tanpa pikir panjang lagi langsung aku pinjamkan sejumlah uang yang menurut ukuranku sangatlah besar, untuk menutupi sebagian hutang-hutangnya ke sejumlah rentenir.  “oh Bu Hadjah malang sekali nasibmu, gak berani terus terang kepada suamimu yang berpendidikan S3 dan berkedudukan tinggi itu akan semua masalah keuangan yang membelitmu”, tapi nasibku juga malang karena sampai saat ini uang yang aku pinjamkan tidak juga kau kembalikan, padahal segala daya upaya telah aku lakukan.


Lain cerita dengan Bu Hadjah, lain pula ceritaku dengan salah seorang temanku, ketika itu aku kuliah sambil kerja, setelah melewati tahun ke dua kuliahku, seorang teman sekantor datang minta tolong mau pinjam uang untuk biaya kuliah, dia juga ingin seperti aku, kuliah sambil kerja, tapi uangnya tidak cukup, karena dia sangat dekat denganku maka aku pinjamkan juga sejumlah uang untuk biaya awal masuk kuliahnya, lagi pula aku juga senang sekali dia kuliah di tempat yang sama, aku dan temanku itu sudah biasa saling berbagi, saling memberi dan saling menerima adalah hal yang sering kami lakukan, saat pergi ke kampus kami berdua pergi bareng boncengan pake motor, waktu terus bergulir, semester demi semester berganti, hingga kami berdua selesai kuliah tapi uang yang dia pinjam tak kunjung dikembalikan juga, hingga saatnya dia pindah kerja di perusahaan yang lebih besar dan mempunyai posisi yang bagus, tetap saja uang yang dia pinjam tidak juga dia kembalikan, aneh sekali! Yang paling aku sesalkan dia pernah memfitnah dan menyebarkan berita yang menjurus pada pembunuhan karakter, merusak reputasiku dimata teman-teman yang lain, sampai saat ini sulit untuk aku maafkan, rupanya ini yang disebut dengan istilah “air susu dibalas dengan air tuba’.

Entah kenapa setiap ada teman, rekan atau kenalan yang mendapatkan kesulitan keuangan, mereka datang dan tanpa sungkan atau rasa malu meminjam sejumlah uang kepadaku, begitu juga dengan tetanggaku, hanya karena Televisinya kena petir dia datang mengetuk pintu rumahku dengan tujuan yang sama seperti yang lain, meminjam uang, anehnya lagi tanpa ada rasa kapok sedikitpun, aku langsung meminjamkan uangku dan nasib sial terulang kembali, dia tidak juga membayarnya, datang di hari Jum’at untuk pinjam uang dengan janji hari Selasa mau dia bayar tapi hingga lima tahun lebih telah berlalu uangku belum juga dia kembalikan.

Penghianatan dalam hal keuangan khususnya dalam bidang usaha/kerja samapun pernah beberapa kali aku alami, baik untuk usaha kerja sama strawberry di Ciwidey, pengolahan kelapa di Pangandaran sampai perkebunan kacang koro di Gunung Kidul - Jawa Tengah, dan yang lebih menyakitkan lagi yang menghianatiku justru orang yang selama ini aku percaya 100%.

Benar juga ungkapan yang mengatakan “tentang mengguting dalam lipatan, menikam dari belakang atau pagar makan tanaman” biasanya dilakukan oleh orang-orang terdekat, dan kalau aku hitung-hitung semua kerugian akibat ulah mereka nilainya melebihi nilai rumahku yang sekarang ini aku tempati.

Terkadang aku kecewa tapi ada satu hal yang membuatku sedikit tenang, aku yakin dan sangat percaya kalau masalah hutang piutang itu tetap ada hitungannya sampai aku dan mereka meninggal, kalaupun tak bisa aku tagih di dunia masih ada harapan tuk aku taggih diakherat nanti. 

Semua pengalaman buruk yang berulang kali menimpaku, membuatku sedikit tegar dan bisa menerima segala bentuk kekecewaan dengan lapang dada dan hati yang ikhlas, sampai pada saatnya aku mengalami lagi ketidak adilan, karena hak yang seharusnya aku terima tak aku dapatkan, padahal hak itu senilai dengan cucuran keringat, pengorbanan tenaga dan waktu yang tidak sedikit, aku mampu menerimanya dengan sangat tulus dan ikhlas. Aku anggap semua ini adalah proses pendewasaan dan caraku membuang “sial”.

Istilah sundanya “rejeki moal pahili-hili, bagja moal pa ala-ala” rejeki kita yang telah diatur Tuhan tidak mungkin tertukar dengan rejeki orang lain, dan kebahagian yang menjadi hak kita tidak mungkin dapat direngut paksa oleh orang lain, Tuhan telah mengatur segalanya, hidup manusia itu ibarat petani yang menanam pohon, dia akan memetik buah dari pohon yang dia tanam.

Aku juga merasa bingung, apakah aku ini benar-benar IKHLAS, PASRAH atau BODOH?

Semua ada hikmahnya, semua ada manfaatnya, semua ini adalah benar sebuah proses pendewasaan dalam memaknai hidup yang sedang dijalani.

2 komentar:

  1. loe itu type orang yg pertama kali diingat ketika susah dan terakhir kali diingat(atau mungkin dilupakan) ketika senang!
    tapi ada baiknya loe pertahanin sikap loe yg rajin nolong orang yg lagi/pura2 susah,Tuhan maha adil,terbukti kehidupan loe gak sengsara kan cuma karena menolong orang malah semakin hari semakin baik!
    bravo,my man!

    BalasHapus
  2. amiiinnnn.... yang penting buat gw masih ada teman2 yang mau support dan deket dalam suka dan duka gw

    BalasHapus