Please ENJOY

Jumat, 09 November 2012

Setan itu bernama PEREMPUAN



Sungguh saya tidak menyangka perjalanan yang saya harapkan penuh suka cita, penuh tawa dan canda, akan berakhir duka, mengawali perjalanan dengan setumpuk harapan akhirnya berbuah kehampaan, jauh asap dari panggang, benar-benar hampa......

Hari minggu saat aktifitas kerja libur, sengaja saya luangkan waktu, untuk bertemu teman lama yang tinggal di daerah Majalaya, satu dari sekian Kabupaten di Bandung, bila tidak macet, jarak tempuh hanya 1,5 jam dengan kendaraan Roda empat.

Entah mengapa tiba-tiba ada perasaan ingin bertemu dengan Erwin, teman lama yang pertama kali saya kenal di sebuah Instansi Pemerintaha di Bandung, Saya langsung akrab dan merasa cocok untuk berteman dengannya, karena kami mempunyai banyak kesamaan, diantaranya kesamaan profesi, kesamaan hobi, dan kesamaan pola pikir, saya mengenal Erwin cukup lama, tepatnya di awal tahun ’96.

Satu tahun setelah saya menjalin pertemanan, Erwin datang ke rumah mengantar surat undangan pernikahannya, seperti biasa dia ngobrol hal-hal ringan, Erwinpun menanyakan kapan saya akan menyusul? Dan saya jawab kalau saya mau fokus dulu ke study saya (karena saat itu saya sedang kuliah sambil bekerja mengambil kelas karyawan). Saya lihat mata Erwin berbinar-binar, saya yakin dia sedang berbahagia menghadapi pernikahannya.

Saya sangat menyesal pada harinya Erwin menggelar resepsi pernikahan, saya tidak sempat hadir, karena waktu itu saya harus menghadri sebuah acara Forum Komunikasi Ekspor Se-priangan timur di Ciamis, dan Erwinpun bisa mengerti, dua tahun kemudian, saya berkunjung ke rumah Erwin di Majalaya dan memberikan sebuah bikisan kado saat putra pertamanya lahir, anggaplah itu sebagai obat dari rasa kekecewaannya karena saya tidak sempat menghadiri acara resepsi pernikahannya, untuk kedua kalinya saya lihat mata Erwin berbinar-binar, dan untuk yang kedua kalinya pula saya yakin kalau saat itu Erwin sedang berbahagia menyambut kelahiran putra pertamanya.

Kesibukan masing-masing membuat komunikasi kami terputus, sudah bertahun-tahun saya tidak bertemu Erwin, hingga akhirnya saya menyempatkan diri untuk bertemu dengan Erwin, sesampainya di Majalaya, saya lihat tidak ada perubahan dengan rumah Erwin, bentuk rumahnya masih seperti 13 tahun yang lalu, kedatangan saya disambut kedua orang tuanya, namun tidak tampak Erwin maupun istri dan anaknya. Saya menanyakan keberadaan Erwin, karena tujuan saya kesana memang hanya untuk bertemu dia, namun tidak ada jawaban dari mulut kedua orang tua Erwin maupun dari saudara-saudaranya. Saya menjadi bingung sendiri, lalu tiba-tiba ibunya Erwin mengajak saya keluar rumah menuju sebuah gudang di belakang, dulu gudang itu pernah dipakai untuk menggiling padi/gabah hasil panen, namun sekarang gudang itu tak terpakai lagi, dibiarkan kosong, gelap dan pengap.

Sesampai di gudang, saya sungguh kaget melihat sosok kurus kering, dengan rambut panjang tak terurus, pakaian yang dikenakannyapun sudah tidak layak pakai, sosok yang mekipun sudak jauh berubah dari sebelumnya, namun tetap masih saya kenal,....“Ya Alloh karma apa yang sedang kau timpakan terhadap temanku Erwin”.... ingin rasanya saya menjerit melihat keadaan Erwin sekarang, dan yang lebih mengenaskan adalah kaki kanan Erwin yang dipasang rantai dan diikatkan ke tiang penyangga langit-langit gudang. Erwin hanya terduduk di lantai beralaskan tikar.

Erwin mengalami stress berat, dia depresi dengan nasibnya yang terus menerus ditimpa kemalangan, Ibunya menuturkan kalau keadaan ini berawal ketika tiba-tiba perusahaan textile tempat Erwin bekerja mengalami kebangkrutan empat tahun yang lalu, sebenarnya Erwin tidak terlalu dirugikan dengan kebangkrutan perusahaan tempatnya bekerja, karena dia mendapatkan pesangon yang layak sesuai dengan jabatan dan masa kerjanya.

Uang pesangon yang dia dapat dia satukan dengan uang tabunganya selama ini, lalu dia belikan rumah yang lokasinya tidak terlalu jauh dari rumah orang tuanya, namun kesialan tidak berhenti pada kehilangan pekerjaan tapi masih terus berlanjut, ternyata Erwin membeli rumah dari seorang penipu, sertifikat yang dia miliki ternyata palsu, Erwin kalah saat persidangan perdata di pengadilan, lalu pihak kejaksaan menyita rumah yang baru dia beli untuk diserahkan kembali kepada pemiliknya yang sah.

Dua kali Erwin mengalami benturan keras dalam hidupnya, kegagalan membuat dia frustasi, sedangkan untuk bangkit dan mendapatkan pekerjaan di tempat yang baru bukanlah hal yang mudah, sudah beberapa kali surat lamaran dia kirimkan, namun tak satupun juga yang berhasil membawa Erwin untuk merubah statusnya dari pengangguran karena PHK menjadi seorang karyawan di sebuah perusahaan.

Ditegah keterpurukan ekonomi, dia menutup diri, minder dalam pergaulan dan jiwanya menjadi tertutup, Erwin berubah menjadi pendiam dan mudah tersinggung, saat keadaan terpuruk dan posisi sedang berada dibawah, hidup terasa begitu sulit, dan apa yang dilakukan sepertinya selalu salah dan sia-sia.

Ada pepatah yang mengatakan “dibalik kesuksesan seorang pria pasti ada perempuan yang mendorongnya dari belakang” namun pepatah ini tidak berlaku bagi Erwin dan keluarga kecilnya, disaat dia terpuruk dan membutuhkan dorongan moril dari orang-orang terdekat, sang istri yang seharusnya selalu mendampingi dan mendorongnya untuk bangkit, ternyata memilih membawa anaknya kabur dengan laki-laki lain, mungkin istrinya Erwin tidak tahan dengan keadaan ekonomi yang serba susah, atau mungkin dia tidak tahan dengan perubahan sikap Erwin yang menjadi tertutup, pendiam, mudah tersinggung dan pemarah, entahlah hanya mereka yang tahu dan merasakannya. Namun apapun juga alasannya, tidaklah benar seorang istri membawa anaknya kabur dengan laki-laki lain. Bukankah mereka terikat ikrar perkawinan untuk selalu bersama dalam suka dan duka.

Erwin mengalami stress berat, depresi yang akut karena terus menerus mengalami tekanan, kegagalan, dan frustasi, hingga akhirnya dia mengidap skizofrenia , banyak faktor yang membuat dia begitu, tetapi penyebab terbesarnya adalah kaburnya istri yang tak mau setia mendampinginya di dalam keterpurukan.

Kekecewaan Erwin adalah kekecewaan kedua orang tuanya, kekecewaan saudara-saudaranya, juga kekecewaan teman-temannya, dan kekecewaan terbesar tertuju pada kaburnya Istrinya Erwin yang tidak punya hati, yang terobsesi untuk hidup mapan bersama laki-laki lain.

Banyak orang yang menyayangkan kejadian ini, seorang istri kabur meninggalkan suami yang sedang terpuruk, meskipun itu memang wajar, karena hidup seseorang haruslah terus bergerak kearah kebaikan dan adanya peningkatan, namun wajar bukan berarti benar, karena hidup penuh dengan norma-norma yang tidak boleh dilanggar, juga ada sebuah ikrar perkawinan untuk selalu bersatu dalam suka dan duka.

Sebenarnya saat-saat sulit tidak mungkin datang selamanya, tetapi orang yang tangguh pasti tahan lama untuk terus menjalaninya, namun Erwin dan keluarga kecilnya ternyata belum cukup tangguh untuk menghadapi itu semua.

Kesetiaan adalah hal yang paling hakiki bagi seorang perempuan, Perempuan yang tidak punya hati, yang tega meninggalkan suaminya begitu saja walaupun dia sudah menjadi seorang ibu, layak disebut setan..... (seperti apa yang dituturkan orang tua, saudara-saudara, dan teman-teman dekat Erwin.... kepada saya)


0 komentar:

Posting Komentar