Dear TUHAN,
Ini adalah surat yang pertama
dariku, dan semoga bukan yang terakhir, karena masih ada lagi surat-surat selanjutnya
yang akan aku tulis untuk-MU. Maaf jika aku lancang menulis surat ini dengan
tinta warna hitam, aku tidak menggunakan tinta warna emas karena aku tidak
punya tinta itu, tapi paling tidak, aku tidak menggunakan tinta warna merah
karena takut dianggap tidak sopan terhadap-MU.
TUHAN, sudah banyak sekali do’a
yang aku panjatkan, dan sudah banyak juga do’a yang KAU kabulkan, meskipun
tidak semua do’a yang aku minta KAU berikan, mungkin aku memang tidak layak
untuk menerima apa yang aku pintakan, atau mungkin KAU yang terlalu sibuk
memenuhi do’a-do’a dari orang-orang yang jauh lebih taat menjalankan semua
perintah-MU.
Saat kutulis surat ini, di luar
sedang hujan, sudah lama sekali hujan tidak turun, hingga aku lihat banyak
sawah-sawah yang kekeringan, dan masyarakat nun jauh tinggal di daerah gersang,
harus rela berjalan 6 km untuk sekedar mengambil air bersih dari mata air yang
keluar dari celah bebatuan. Kemarau di tahun ini dirasa sungguh panjang, hingga
banyak sumur-sumur menjadi kerontang, jalan-jalan aspal menjadi retak dan terjadi
kebakaran di pemukiman yang padat penduduk. Juga sebaliknya, musim hujan di
tahun kemarinpun dirasa sungguh panjang, hingga banyak rumah-rumah penduduk
yang tinggal di bantaran sungai terendam banjir, mereka harus mengungsi ke
daerah yang lebih tinggi, juga banyak terjadi longsor, dan para nelayan harus
rela berhenti melaut karena takut diterjang badai.
TUHAN, tidak seperti zaman ketika
aku masih kecil dulu, musim kemarau mempunyai jatah 6 bulan, begitu juga dengan
musim hujan yang mempunyai jatah 6 bulan, hingga dalam setahun musim kemarau
dan musim hujan rutin bergantian, lewat surat ini, aku ingin bertanya, apakah KAU
lupa dengan jadwal cuaca yang dulu pernah Kau tetapkan? Ataukah KAU sudah
me-reshceduling jadwal baru, hingga musim hujan dan musim kemarau tidak terjadi
per 6 bulan, namun mempunyai jam tayang yang lebih panjang.
TUHAN Yang Maha Tahu, saat ini di
negeriku semuanya serba tidak pasti, diantaranya karena ketidakpastian hukum, ketidakpastian ekonomi,
ketidakpastian pendidikan dan ketidakpastian akan rasa aman. Nasib masyarakat
di negeriku sungguh tidak pasti, itu semua terjadi karena negeriku dipimpin
oleh orang yang penuh keragu-raguan dalam mengambil suatu keputusan, negeriku dipimpin
oleh orang yang tidak cerdas. lewat surat ini aku mohon TUHAN mau membantuku
untuk membuat pemimpin negeriku menjadi orang yang tegas dan cerdas, karena
hanya pemimpin seperti itulah yang mampu menyelamatkan negeri ini dari
keterpurukan, seandainya TUHAN tidak berkenan mengabulkan permohonanku, mohon
TUHAN mau memberikan alternatif lain, misalnya dengan menurunkan jabatan “beliau”
lebih awal dari jadwal sebenarnya. Aku yakin TUHAN Yang Maha Berkuasa mampu
melakukan itu.
Sebelum melanjutkan menulis surat ini,
perkenankanlah aku untuk ISTIGHFAR terlebih dahulu...”Astaghfirullahhal’adhim”.... TUHAN Yang Maha Melihat dan Maha
Mendengar, saat ini di televisi banyak sekali para ustad yang berlomba mengejar
sebuah popularitas, mereka tampil berdampingan dengan para pekerja seni, para
ustad yang tampil layaknya seorang selebritis itu, seolah lupa bahwa mereka
adalah pemuka agama yang menjadi panutan masyarakat, hanya demi sebuah
popularitas, mereka berusaha agar setiap aktifitasnya selalau disorot kamera
infotainment, padahal aktifitas dari ustad itu adalah aktifitas keagamaan
bukan aktifitas hiburan (entertainment), hingga pada saat mereka beribadahpun
seperti memotong hewan Qurban, mereka ingin infotainment memberitakannya, agar
khalayak masyarakat tahu bahwa mereka itu “dermawan” dengan memotong hewan Qurbannya.
TUHAN, para ustad itu rupanya sudah lupa dengan ceramah-ceramah yang pernah
mereka khutbahkan, bahwa... “ apabila tangan kanan beramal atau melakukan kebaikan,
tangan kiri jangan sampai tahu”..... untuk kesekian kalinya aku memohon padamu TUHAN,
agar Kau sudi mengingatkan mereka untuk tidak “riyya” saat beribadah, kalau
mereka tidak bisa diingatkan, mohon untuk disentil saja kupingnya.
Tuhan, lewat surat ini pula aku
ingin bertanya, dimanakah KAU berada? Apabila kau berada dilangit pertama,
sulit bagiku untuk melemparkan surat ini keatas agar sampai ke pangkuanmu, dan
apabila Kau berada di langit ke tujuh, maka akan lebih sulit lagi suratku untuk
sampai kepadamu. TUHAN Yang Maha Mendengar, izinkan aku untuk menggulung kertas
surat ini, dan memasukannya kedalam botol, surat ini akan kuhanyutkan ke
sungai, jika nanti ada pemulung yang memungut botolnya untuk dikumpulkan dan
dijual, mudah-mudahan pemulung itu membuka gulungan kertas surat yang aku
masukan kebotol tadi, dan pemulung itu mau membacakan isi surat yang kutulis
untuk KAU dengar.
TUHAN, Sekian Surat dari saya,
mohon maaf jika ada kata-kata yang kurang berkenan,
Salam Hangat dari saya,
Gagakasep
he-he, apa hrs nulis sama tuhan, kan walau dlm hati Dia akan tau
BalasHapuskalau dalam hati tar yang tau isi surat ini hanya aku dan DIA, kamu gak
BalasHapus