Please ENJOY

Sabtu, 29 September 2012

Tinggalkan dirinya



Jeritan perempuan sontak membangunkan saya dari pulasnya tidur, dalam keadaan masih ngantuk saya bergegas membuka pintu dan melihat keluar dari atas balkon, di ujung jalan samar-sama saya lihat seorang laki-laki dengan brutal memukuli perempuan di depannya, saya langsung turun dari atas balkon dan lari keluar hendak menolong perempuan itu, tetapi setelah saya mendekat, si lelaki mengancam saya sambil mengarahkan telunjuknya, untuk tidak ikut campur karena ini urusan rumah tangga, saya jadi bingung dan mulai tersadar kalau mereka berdua memang suami istri yang tinggal diujung jalan, saya hanya terpaku sambil berpikir apakah saya harus ikut campur urusan rumah tangga orang lain dengan menolong perempuan itu, atau saya biarkan saja penganiaan itu terjadi di depan mata saya. Untungnya tiba-tiba tetangga lainnyapun berhamburan keluar, termasuk Pak RT, lalu mereka mulai melerai, hingga sayapun bisa berlalu meninggalkan mereka dan masuk kembali ke rumah, saya lihat jam di dinding, hmmm…. Waktu menunjukan pukul 2:30 dini hari.

Saya tidak dapat melanjutkan tidur, entah kenapa jeritan perempuan itu terus saja terngiang-ngiang di telinga, tidak tega rasanya melihat seorang perempuan muda dianiaya suaminya sendiri, di pinggir jalan tepat di depan rumah yang mereka tinggali, saya memang tidak harus terus menerus memikirkan nasib perempuan itu, karena dia bukan tanggung jawab saya, saya cuma merasa aneh, dimanakah gerangan cinta diantara mereka yang dulu pernah ada? Dan mengapa perempuan itu tetap bertahan walaupun hidup penuh dengan penganiayaan, apakah dia beharap suaminya akan berubah menjadi pribadi yang super baik, ataukah dia bertahan demi kedua anak-anaknya? Karena kebanyakan orang tua selalu berpikir bahwa seandainya terjadi perceraian anak-anaklah yang akan menjadi korban, bukankah sekarangpun saat kedua orang tuanya belum bercerai anak-anak sudah menjadi korban? Pastinya sangat tidak baik terhadap perkembangan mental anak-anak apabila dibesarkan di tengah-tengah pertikaian orang tuanya. Anak-anak tidak akan pernah mengerti mengapa orang tuanya bertengkar.

Ternyata kesenjangan bukan hanya pada bidang sosial, ekonomi atau pendidikan saja, tetapi kesenjangan bisa saja terjadi pada sebuah karakteristik atau sifat dua individu dalam satu lingkungan terdekat yaitu keluarga.

Begitu juga dalam lingkungan sosial pertemanan, sering saya lihat banyak orang yang tanpa sadar telah diperdaya temannya sendiri, ada beberapa teman yang sengaja mendekat hanya untuk mengambil sesuatu dari kita, sama sekali tidak ada yang namanya prinsip take and give, yang ada hanyalah berusaha menjadi benalu dalam kehidupan orang lain, dan berusaha secepat mungkin menjauh setelah apa yang diharapkannya sudah habis dia dapatkan.

Seorang teman yang selama ini kita tolong dan menggantungkan hidupnya terhadap kita, bisa saja suatu saat dia berpikir bahwa dia tidak seberuntung kita, lalu berusaha untuk mendapatkan apa yang selama ini kita miliki, dan itu adalah awal dari perasaan iri, apabila usahanya untuk mensejajarkan diri dengan kita gagal, maka dia akan berusaha untuk menjatuhkan kita, agar posisi kita berada dibawah dan sejajar dengannya.

Heran juga rasanya apabila ada orang yang tetap mempertahankan pertemanan dengan orang yang karakternya seperti itu, padahal bukan sesuatu yang susah apabila meninggalkan teman yang bersifat benalu, lalu membuka diri untuk pertemanan lain.

Banyak orang yang mampu bertahan dari ketidak adilan sebuah perlakuan, dengan dalih sabar, atau mungkin karena kebutuhan, hingga sulit membedakan apakan kebertahanan itu karena sabar, butuh atau memang bodoh.

Mulailah mencoba memberanikan diri untuk meninggalkan sebuah tempat dimana ketidakadilan berada, segeralah sadar bahwa masih banyak tangan-tangan tulus yang mau menerima kedatangan kita di tempat yang baru, dan masih banyak figur-figur jujur yang mampu memberikan keadilan terhadap kita dengan perlakuannya.

Lalu tunggu apa lagi, segeralah tinggalkan dirinya.

0 komentar:

Posting Komentar