Hari
ini saya melihat di televisi ada sepasang suami istri muda yang kebingungan mencari anak
balita satu-satunya yang diculik oleh
orang yang belum lama mereka kenal, hari ini saya membaca berita di Koran
seorang anak diamankan oleh tetangganya dan dibawa oleh ketua RT setempat ke
Rumah Sakit karena tubuhnya penuh luka dianiaya kedua orang tuanya, hari ini
lamunan saya melayang ke masa kecil di tahun ‘86an saat saya menyaksikan teman
saya Tonny merintih menahan
pedih dari luka sayatan dikulitnya, tangannya diikat brogol, Sambil menahan
tubuh dengan kedua lututnya Tonny meminta peniti yang mengait di celana jerry,
“prakkkk” seketika itu juga brogol langsung terbuka, Tonny juga contoh kasus betapa seorang anak rentan
sekali mengalami kekerasa dari Orang tua, saudara, pengasuh, tetangga dan
orang-orang terdekatnya yang jauh lebih tua.
Kekerasan fisik adalah agresi fisik diarahkan pada seorang anak oleh orang
dewasa. Hal ini dapat berupa meninju, memukul,
menendang, mendorong, menampar, membakar, membuat memar, menarik telinga atau
rambut, menusuk, membuat tersedak atau mengguncang seorang anak.
Banyak sekali contoh-contoh lain dari
kekerasan terhadap anak, baik secara fisik, secara psikologi/penganiayaan
emosional, pelecehan seksual, eksploitasi, penelantaran dan berbagai jenis
penganiayaan lainnya yang terjadi di rumahnya sendiri, di sekolah, atau
dilingkungan tempat anak bersosialisasi.
Kekerasan terhadap anak juga bisa berupa
kegagalan, diantaranya Kegagalan orang tua dalam menyediakan kebutuhan yang
memadai untuk berbagai keperluan termasuk kegagalan untuk menyediakan makanan
yang cukup, pakaian, atau tempat tinggal yang layak, juga ada
kegagalan-kegagalan lainnya seperti pemberian pendidikan yang tidak memadai,
ataupun kegagalan medis saat orang tua tidak mampu membawa anaknya untuk
mendapatkan pengobatan secara medis ketika si anak sakit.
Di beberapa daerah kekerasan terhadap anak
seolah sudah membudaya dan dianggap lumrah, berdalih untuk mendisiplinkan anak,
seringkali orang tua memberikan hukuman secara fisik ataupun hukuman secara
psikis, hukuman tersebut seringkali menjadi penyebab kekerasan terhadap anak,
dan dari berbagai jenis kekerasan yang terjadi, kekerasan psikis adalah
kekerasan yang sukar untuk didefinisikan seperti mencaci, merendahkan ataupun
membentak, mengkritik dengan berlebihan, memberikan label yang tidak
semestinya, merusak barang kesayangannya, ataupun tuntutan yang melebihi
kapasitas anak. Beberapa dampak akibat kekerasan psikis bisa berupa rasa minder
pada anak, sulit beradaptasi atau sulit bersosialisasi, berkata-kata kasar,
atau dendam kesumat akibat trauma yang berkepanjangan.
Ini cerita tentang seorang teman, sekitar
tahun 2000 – 2001 dia memutuskan untuk menikah, karena dia merasa bahwa dia
sudah siap (menurut ukuran dia) meskipun dia masih kuliah tapi dia juga sudah
mempunyai pekerjaan, diawal-awal pernikahannya dia begitu bahagia, dan selalu
memperlihatkan kebahagiaannya di depan saya maupun didepan teman-teman yang
lainnya, lima tahun berlalu dari hasil perkawinannya dia dikaruniai dua orang
anak, mulailah keluhan demi keluhan muncul saat kami bertemu, dan keluhan
tersebut selalu saja yang sifatnya financial, hidupnya sudah tidak mapan lagi
seperti dulu, mulailah petualangannya bersama keluarga kecil yang dia bina,
berpindah dari satu kota ke kota lain, demi untuk mendapatkan pekerjaan, bisa
dibayangkan betapa tidak nyaman hidup anak-anaknya, karena keikut sertaan
anak-anak dengan orang tuanya yang selalu berpindah-pindah tempat tinggal membuat
anak kehilangan lingkungan sebelumnya tempat dia bermain, terputusnya
komunikasi dengan teman-temannya, dan ketertinggalan pelajaran sekolah,
disadari atau tidak hal ini juga merupakan kekerasan terhadap anak anak yaitu
kekerasan ekonomi.
Kita sebagai orang dewasa sudah sewajarnya
memberikan proteksi terhadap anak-anak dimanapun juga agar kasus yang sangat
menghebohkan seperti kasusnya Arie
Hanggara yang meninggal di tahun 1984 disaat usianya baru 7 tahun tidak
terulang lagi.
0 komentar:
Posting Komentar