1.
Tujuan dan ruang lingkop Incoterms
Tujuan
Incoterms adalah untuk menyediakan seperangkat peraturan internasional untuk
memberikan penafsiran atas sejumlah istilah perdagangan yang dipakai dalam
perdagangan luar negeri, jadi ketidak pastian dari aneka penafsiran dari
istilah itu diberbagai negara dapat dihindari atau dapat dikurangi secara
berarti.
Sering
terjadi pihak-pihak yang terkait dengan suatu kontrak kurang menyadari adanya
perbedaan praktek diantara negara-negtara yang bersangkutan. Hal ini dapat
menambah kesalah pahaman, perselisihan dan proses pengadilan, yang akan
membuang-buang waktu, tenaga, dan uang, pada akhirnya untuk mengatasi
masalah-masalah sepeti ini, maka Kamar Dagang Internasional untuk pertama
kalinya pada tahun 1936 menerbitkan seperangkat peraturan internasional untuk
menafsirkan syarat-syarat perdagangan (trade terms). Peraturan ini dikenal
dengan nama “Incoterms 1936”. Perubahan-perubahan dan penambhan telah dilakukan
kemudian berturut-turut tahun 1953, 1967, 1967, 1976, 1980, 1990, dan 2000,
untuk menjadikan peraturan ini sejalan dengan praktek perdagangan internasional yang berlaku.
Perlu
ditekankan bahwa ruang lingkup dari Incoterms ini hanya terbatas pada materi
yang berhubungan dengan hak-hak dan kewajiban pihak-pihak yang terkait dalam
perjanjian jual beli yang berkenaan dengan penyerahan barang yang
diperdagangkan, dalam pengertian barang yang dapat diraba (tangible atau
wadag), tidak termasuk barang yang tidak dapat diraba seperti perangkat lunak
komputer.
Terlihat
adanya dua kesalah pahaman tentang yang sangat lazim. Incoterms sering disalah
pahami sebagai aplikasi dari kontrak pengangkutan melebihi dari kontrak jual
beli. Kedua, Incoterms kadang kala secara keliru dianggap menyediakan untuk
semua pihak kewajiban yang pihak-pihak terkait menginginkannya untuk dimasukan
didalam kontrak jual beli, seperti selalu ditegaskan oleh KDI (Kamar Dagang
Internasional atau ICC) Incoterms hanya menyangkut hubungan antara penjual dan
pembeli dalam suatu kontrak jual beli dan terbatas dalam masalah tertentu saja.
Sementara
itu adalah penting sekali bagi eksportir dan importir untuk mempertimbangkan
hubungan praktis antara berbagai kontrak dalam mengaktualisasikan suatu kontrak
jual beli internasional, dimana tidak hanya kontrak jual beli yang
dibutuhkan, tetapi juga kontrak
angkutan, asuransi, pembiyaan, sedangkan Incoterms hanya berhubungan dengan
salah satu saja dari ketiga jenis kontrak itu, yakni dengan kontrak jual beli
saja.
Namun
begitu, pihak-pihak yang terlibat dengan perjanjian itu yang memakan salah satu
syarat Incoterms ini mempunyai dampak juga terhadap kontrak-kontrak lainnya.
Sebagai contoh, seorang penjual yang menyetujui CFR atau CIF tak mungkin
melaksanakan kontrak itu dengan menmakai alat pengangkutan lain, selain dari
menggunakan alat pengangkutan laut, karena dengan syarat perdangan ini penjual
harus mengajukan Bill of Lading atau alat pengangkutan lainnya kepada pembeli
yang mustahil dapat diberikan oleh alat angkut jenis lain. Selanjutnya, dokumen
yang diminta oleh suatu kredit berdokumen dengan sendirinya tergantung pada
jenis alat angkut yang direncanakan akan dipakai.
Kedua
Incoterms berurusan sejumlah kewajiban tertentu yang diharuskan kepada
pihak-pihak terkait, seperti kewajiban penjual untuk menempatkan barang dalam
kewenangan pembeli atau menyerahkannya
untuk diangkut atau menyerahkannya di tempat tujuan. Juga berhubungan dengan
pembagian resiko atau pihak-pihak terkait dalam kasus ini.
Selanjutnya,
Incoterms ini berurusan pula dengan masalah penyelesaian izin ekspor dan impor
barang, pengepakan baranga, kewajiban untuk membuktikan bahwa tugas tsb sudah
selesai dilaksanakan, kendatipun Incoterms sangat penting dalam melaksanakan
kontrak jual beli, namun sejumlah besar masalah yang dapat terjadi mengenai
kontrak itu, sama sekali tidak ada hubungan dengan Icoterms, seperti masalah
pengalihan pemilikan dan hak-hak intelektual lainnya, mpembatalan kontrak dan
akibat lanjutan dari pembatalan itu serta pengecualian beban tugas pada situasi
tertentu. Perlu ditekankan bahwa Incoterms bukanlah dimaksudkan sebagai
pengganti dari syarat-syarat kontrak yang dibutuhkan olehb suatu kontrak jual
beli yang lengkap dengan mencantumkan istilah yang baku ataupun dengan memakai
istilah yang disepakati bersama.
Pada
umumnya, Incoterms tidak bersangkut paut dengan akibat dari pembatalan suatu
kontrak dari setiap pembebasan beban tugas apapun sehubungan dengan aneka kendala.
Semua masalah itu haruslah dicari penyelesaiannya dari penjelasan yang terdapat
dari kontrak jual beli bersangkutan dan hukum yang berlaku.
Incoterms
selalu diutamakan dipakai untuk barang yang dijual melewati perbatasan negara,
menjadi syarat perdagangan internasional. Namun demikian, dalam praktek sering
pula dipakai dalam negeri. Bila Incoterms dipakai dalam hal seperti itu, maka
pasal-pasal A2 dan B2 dan keterangan lain yang menyangkut masalah ekspor impor,
dengan sendirinya menjadi mubazir.
2.
Kenapa Incoterms direvisi?
Sebab
utama dilakukan serangkaian revisi dari Incoterms untuk menyesuaikan dengan
perkembangan praktek bisnis. Dalam revisi tahun 1980 telah diperkenalkan syarat
free carrier (kini FCA) untuk menyesuaikan kasus-kasus dimana titik penerimaan
barang dalam perdagangan (laut) tidak lagi seperti penyerahan FOB tradisional
(melewati pagar kapal), tetapi disatu titik darat, sebelum barang dimuat keatas
kapal, dimana barang dimuat terlebih dahulu kedalam peti kemas untuk
selanjutnya diangkut melalui laut atau dengan alat transpor lain secara
kombimasi (yang disebut denagan “gabungan” atau aneka wahana).
Selanjutnya
pada revisi tahun 1990, pasal-pasal menyangkut kewajiban penjual tentang bukti
penyerahan barang yang tadinya dalam bentuyk dokumen kertas, telah dapat
diganti dengan EDI-Messager, asalkan pihak-pihak terkait sepakat melakukan
komunikasi dengan media elektronika. Pendek kata, selalu diupayakan penyempurnaan Incoterms untuk memudahkan
implementasinya.
3.
Incoterms 2000
Selama proses revisi, yang
memakan waktu dua tahun, KDI telah meminta pandangan dan tanggapan atas
konsep/pengganti ini dari dunia perdagangan yang mewakili berbagai sektor
melalui komite nasional yang menjadi mitra KDI.
Sungguh
mengembirakan bahwa proses revisi ini telah mendapat reaksi dari para pemakai
diseluruh para pemakai dari seluruh dunia dibandingkan dengan revisi
sebelumnya. Hasil dari dialog itu adalah Incoterms 2000 ini, suatu versi baru
yang bila dibandingkan dengan Incoterms 1990 mengalami sedikir perubahan. Jelas
bahwa kini Incoterms dikenal diseluruh dunia dan karenanya KDI memutuskan untuk
mengkonsolidasi pengakuan duni itu dan menghindari perubahan. Disisi lain,
usaha yang sungguh-sungguh telah dilakukan untukn menjamin bahwa kata-kata yang
dipakai dalam Incoterms 2000 ini secara jelas dan tepat menggambarkan praktek
bisnis yang sesungguhnya. Namun begitu, perubahan yang substansial telah
dilakukan mengenai dua hal:
- Penyelesaian pabean dan kewajiban pembayaran pajak pada syarat FAS dan DEQ.
- Kewajiban muat bongkar dalam syarat FCA.
4. Pemakaian Incoterms dalam
kontrak jual-beli?
Dengan
melihat perubahan-perubahan yang dibuat terhadap Incoterms dari waktu ke waktu,
adalah penting dari pihak-pihak yang ingin memakai Incoterms dalam penyusunan
kontrak jual belinya, untuk merunjuk pada Incoterms yang sedang berlaku. Hal
ini akan mudah terabaikan, misalnya, suatu rujukan dibuat kepada Incoterms
persi terdahulu dalam suatu kontrak jula-beli, atau dalam surat pesanan yang
dibuat oleh para pedagang. Kegagalan dalam merujuk pada Incoterms yang sedang
berlaku bisa menimbulkan perselisihan, apakah yang dimaksud Incoterms yang
sedang berlaku, ataukah Incoterms yang sebelumnya. Para pengusaha yang ingin
mempergunakan Incoterms 2000 harus secara jelas menyebutkan bahwa kontrak
dagang yang dibuatnya tunduk pada ketentuan Incoterms 2000.
5.
Struktur Incoterms
Dalam
tahun 1990 untuk memudahkan pengertian, maka syarat-syarat dikelompokan kedalam
empat katagori, mulai dari syarat dimana penjual hanya menyiapkan barang untuk
pembeli ditempat penjual sendiri (syarat E atau Ex Works) disusl kelompok kedua
dimana penjual diminta untuk menyerahkan barang kepada pengankut yang ditunjuk
pembeli (F atau FCA, FAS, FOB), dilanjutkan dengan syarat C dimana penjual
harus mengontrak akutan tetapi penanggung kerugian dan resiko kerusakan atas
barang atau biaya tambahan akibat peristiwa yang terjadi setelah pengapalan dan
pemberangkatan barang (CFR, CIF, CFT, dan CIP), dan akhirnya syarat D dimana
penjual harus memikul semua biaya dan resiko yang diperlukan untuk membawa
barang ketempat tujuan (DFA, DES, DEQ, DDU, atau DDP), Skema berikut ini
menggambarkan klasifikasi syarat-syarat perdagangan itu.
Incoterms
2000
Group
E Pemberangkatan
EXW Ex Works…..(disebut ditempat)
Group
F Angkutan utama belum dibayar
FCA Free Carrier…..(disebut
tempat tujuan)
FAS Free Along ship…..(disebut
pelabuhan pengapalan)
FOB Free On Board (disebut
pelabuhan pengapalan)
Group
C Angkutan utama dibayar
CFR Cost and Freight…..(disebut
pelabuhan tujuan)
CIF Cost, Insurance,
Freight…..(disebut pelabuhan tujuan)
CPT Carriage Paid To…..(disebut
tempat tujuan)
CIP Carriage, and Insurance Paid
to…..(disebut tempat tujuan)
Group
D Sampai tujuan
DAF Delivery At
Frontier…..(disebut tempat)
DES Delivery Ex Ship…..(disebut
pelabuhan tujuan)
DEQ Deliveri Ex Quay…..(disebut
pelabuhan tujuan)
DDU Delivery Duty
Unpaid…..(disebut tempat tujuan)
DDP Delivery Duty
Paid…..(disebut tempat tujuan)
Selanjutnya
untuk semua syarat perdagangan, seperti halnya di dalam Incoterms 1990,
kewajiban dari pihak-pihak terkait dikelompokan menjadi 10 kelompok judul,
dimana tiap judul pada sisi penjual merupakan kebalikan dari kewajiban pembeli
menyangkut materi yang sama.
6.
Terminologi
Pada
wkatu menyusun Incoterms 2000, telah diupayakan adanya konsistensi dalam aneka
perumusan yang dipakai dalam ketiga belas syarat perdagangan. Oleh karena itu,
rumusan yang berbeda untuk semua hal yang sama telah dicoba untuk dihindari.
Begitu pula dimana mungkin rumusan yang sama seperti terdapat dalam UN
Convention on Contracts for the International Sale of Goods 1980 (CISG) juga
dipakai.
Shipper
Dalam
beberapa kasus dirasa perlu untuk memakai istilah yang sama untuk mengungkapkan
dua buah arti yang berbeda disebabkan karena memang tidaka ada istilah
pengganti yang tersedia. Pengusaha akan terbiasa dengan kesulitan semacam itu
baik dalam urusan kontrak jual beli maupun dalam urusan kontrak angkutan.
Misalnya, istilah shipper berarti baik sebagai orang yang menyerahkan barang
untuk diangkut atauorang yang membuat kontrak dengan pengangkut. Namun
demikian, kedua shipper ini mungkin kedua pihak yang berbeda, contohnya seperti
dalam kontrak FOB dimana penjual harus menyerahkan barang kepada pengangkut
sedangkat pembeli harus membuat kontrakk dengan pengangkut.
Delivery
Penting
sekali untuk dicata bahwa istilah delivery telah dipakai dalam dua arti yang
berbeda dalam Incoterms. Pertama, dipakai untuk menentukan kapan penjual telah
menyelesaikan kewajiban untuk
menyerahkan barang seperti yang dimaksud dalam pasal A4 yang terdapat
dalam seluruh syarat Incoterms. Kedua, istilah delivery juga dipakai dalam
hubungan kewajiban pembeli untuk mengambil atau menerima barang, kewajibann
sebagaimana dimaksud dalam pasal B4 dalam semua syarat perdagangan Incoterms.
Penggunaaan dalam konteks yang kedua ini, istilah delivery berarti pertama, bahwa
pembeli menerima semua syarat penyerahan C, yakin bahwa penjual menerima
kewajiban untuk melakukan pengapalan
barang, dan yang kedua, pembeli diwajibkan untuk menerima barang itu.Kewajiban
yang disebut belakangan ini adalah penting untuk menghindari biaya-biaya yang
tidak perlu untuk sewa gudang sampai barang itu diambil oleh pembeli. Sebagai
contoh, misalnya: dalam kontrak CFR dan CIF, pembeli berkewajiban menerima
penyerahan barang dan untuk menerimanya dari pengankut dan sekiranya pembeli gagal untuk menerima hal
itu maka dia bisa jadi untuk membayar kerusakan
barang kepada penjual yang telah membuat kontrak angkut dengan
pengangkut atau sebaliknya, pembeli mungkin harus membayar “demurrage” untuk
memungkinkan pengangkut menyerahkan barang keapada pembeli. Dengan mengatakan
bahwa pembeli harus “menerima penyerahan”, hal ini tidak berarti bahwa pembeli
telah menerima barang sesuai dengan yang
dimaksud dalam kontrak jual beli, tetapi hanyalah menyatakan bahwa pembeli
mengakui bahwa penjual tealh melakukan kewajibannya menyerahkan barang untuk
diangkut sesuai denan kontrakn angkutan yang harus dilakukan sesuai pasal A3a
dari syarat C. Dengan demikian bila pembeli pada waktu menerima barang ditempat
tujuan tidak cocok dengan uraian yang disebut dalam kontrak jual beli atau
ketentuan hukum yang dapat dipergunakan untuk menuntut ganti kerugian itu
kepada penjual. Masalah seperti ini sudah dijelaskan didalam ruang lingkup
Incoterms.
Dimana
perlu, Incoterms 2000 telah memakai istilah “menempatkan barang kedalam
kewenangan pembeli”, bila barang itu telah disediakan untuk pembeli ditempat
khusus. Pernyataan ini dimaksudkan mempunyai arti yang sama dengan “handling
over the goods” (penyerahan barang) sebagai mana dimaksudkan dalam united
nations convention on contract for thye international sale of goods 1980.
Usual
Kata
“usual” muncul dalam beberapa syarat perdagangan seperti dalam EXW sehubungan
dengan waktu penyerahan (A4) dan dalam syarat C, sehubungan dengan dokumen yang
menjadi kewajiban penjual untuk melengkapinya dan dalam kontrak angkutan yang
harus disiapkan oleh penjual (A8,A3),
jelas sulit sekali untuk menjelaskan kata “usual” secara tepat, namu dalam
beberapa kasus, adalah mungkin untuk menentukan siapa dalam kegiatan bisnis
yang bisa melakukan suatu tugas, lalu pengalaman praktis ini dijadikan
petunjuk. Dalam hal ini kata “usual” (biasa) lebih membantu dbandingkan kata
reasonable (wajar), namun begitu, didalam Incoterms kata usual (biasa) pada
umunya lebih diutamakan dibandingkan dengan kata reasonable (wajar).
Charges
Berkenaan dengankewajiban untuk
mengurus fasilita impor, adalah penting untuk menetapkan apa yang dimaksud
dengan charges (biaya) yang harus dibayar atas barang impor. Dalam Incoterms
1990 ungkapan official charges upon exportation & importation of the goods
(biaya resmi yang dibayarkan atas barang ekspor dan impor) telah dipergunakan
dalam syarat DDP-A6. dalam Incoterms 2000 DDp-A6 telah dihapus. Alasannya
karena ungkapan itu telah ketidak pastian dalam menentukan sesuatu apakah suatu
biaya official (resmi) atau bukan. Tidak ada perubahan yang mendasar dengan
menghiloangkan ungkapan ini. Biaya yang harus dibayar hanyalah biaya yang
berhubungan dengan pengimpor barang itu
yang memang harus dibayar sesuai dengan
ketentuan impor yang berlaku. Setiap biaya tambahan lain yang dipungut oleh individu yang
berhubungan dengan pengimporan itu tidak perlu dimasukan dalam pengertian biaya
ini, seperti biaya sewa gudang yangtidak berhubungan dengan masalah izin
pengeluaran barang ini. Tetapi pelaksanaan kewajiban ini mungkin saja
memerlukan biaya untuk para calo kepabeanan atau badan usaha jasa transportasi
(freight forwarder) bila pihak yang berkewajiban melaksanakan tugas mengurus
izin pabean tidak melakukan sendiri tugas itu.
Ports, Places, Points, and Premises
Sepanjang
yang menyangkut tempat dimana barang harus diserahkan , dalam Incoterms telah
dipakai beberapa ungkapan. Dalam syarat-syarat yang dimaksud secara khusus
untuk angkutan barang melalui laut seperti FAS, FOB, CFR, CIF, DES, and DEQ,
ungkapan port of shipment (pelabuhan pengapalan) dan port of destination
(pelabuhan tujuan) yang dipakai. Dalam kasus lain telah diapaki ungkapan place
(tempat). Dalam kasus lain dirasa perlu untuk memakai point (titik) pada suatu
pelabuhan atau tempat yang dirasa perlu untuk diketahui penjual dimana barang
itu tidak saja diserahkan disuatu wilayah seperti disuatu kota teapi perlu juga
untuk diketahui kota mana barang-barang itu harus diserahterimakan kedalam
kewenangn pembeli, kontrak jual beli sering kali kurang memberikan informasi
tentang hal ini, dan karena itu Incoterms menegaskan bila tidak ditentukan
titik yang pasti disebut dalam tempat yang disebut, dan bila terdapat beberapa
titik yang tersedia, maka penjual boleh memilih titik yang cocok baginya untuk
melakukan kewajibannya untukn
menyerahkan barang (lihat sebagai contoh syarat FCA A4). Bila tempat
penyerahan barang itu adalah tempat penjual sendiri, maka ungkapan yang dipakai
adalah the seller’s premises (tempat kediaman penjual sendiri) (FCA A4).
Ship and Vessel
Istilah
yang dimaksud untuk dipakai didalam pengangkutan barang melalui laut, ungakapan
ship and vessel adalah sama. Tidak perlu dikatakan lagi istilah ship harus
harus dipakai bila syarat perdagangan itu sendiri berhubungan dengan itu
seperti dengan hal Free Alongside Ship (FAS) dan Delivery Ex Ship (DES). Juga
dalam hal ungkapan seperti passed the ship’s rail dalam hal FOB, maka kata-kata
ship harus dipakai.
Checking and Inspection
Dalam pasal A9 dan B9 dari
Incoterms, judul “Checking---packing---and marking serta inspection of the
goods telah dipakai. Kendati kata checking and inspection adalah sama (sinonim)
namun dirasa tepat untuk memakai kata checking sehubungan dengan kewajiba
penjual dalam penyerahan barang seperti disebut pasal A4 dan mempergunakan kata
inspection untuk hal khusus seperti dalam hal pre shipment inspection harus
dilakukan, karena inspeksi yang dimaksud biasanya hanya dibutuhkann bila
pembeli atau pengusaha impor-ekspor menginginkan untuk mendapat kepastian bahwa
barang cocok dengan yang dimaksud dalam kontrak atau penjelasan resmi sebelum
barang itu dibuat.
7.
Kewajiban penjual dalam penyerahan
Incoterms menfokuskan pada
kewajiban penjual dalam penyerahan barang. Pembagian yang tentang tugas dan
biaya yang berhubungan dengan kewajiban penjual melakukan penyerahan barang
pada umumnya tidak akan bermasalh bila pihak-pihak yang bersangkutan mempunyai
hubungan bisnis yang berkesinambungan. Mereka itu akan membangun suatu
kebiasaan antar mereka yang akan diikuti dalam transaksi berikutnya. Namun bila
hubungan bisnis ini masih baru atau jika kontrak dibuat melalui perantaraan
broker sebagaimana biasa dilakukan dalam kontrak jual beli dan bilaman merujuk
pada Incoterms 2000, maka perlu penegasan tentang pembagian tugas, biaya, dan
resiko.
Tentulah
akan sangat disukai, jika Incoterms menjelaskan secara terinci sejauh mungkin
kewajiban masing-masing pihak sehubungan dengan penyerahan barang. Dibandingkan
ndengan Incoterms 1990, upaya kearah ini telah dilakukan kedalam beberap hal
(contoh FCA A4). Tetapi tidak mungkin pula untuk menghindari runjukan kebiasaan
perdagangan dalam hal FAS dan FOB A4 (sesuai dengan kebiasaan di pelabuhan),
dengan alasan beberapa komoditi tertentu dimana terdapat perbedaan dalam cara
penyerahan barang dengan syarat FAS dan FOB di beberapa pelabuhan laut.
8.
Pengalihan resiko dan biaya yang berhubungan dengan barang
Resiko
kerugian dan kerusakan atas barang, termasuk kewajiban untuk memikul biaya atas
barang, beralih dari penjual kepada pembeli bila penjual telah memenuhi
kewajiban untuk menyerahkan barang. Karena pembeli tidak diberi kemungkinan
untuk menunda pengambil alihan resiko dan biaya, maka semua syarat perdagangan
menyebutkan bahwa pengalihan resiko dan biaya dapat terlaksana bahkan sebelum
penyerahan, yaitu bila pembeli tidak menerima penyerahan barang seperti yang
telah disepakati atau gagal memberikan instruksi sedemikian (sehbungan dengan
waktu pengapalan dan/atau tempat penyerahan) yang mungkin diminta oleh penjual
untuk melakukan penjual untuk melakukan
penyerahan barang. Ada satu persyaratan yang diminta untuk pengalihan resiko
dan biaya yang prematur, bahwa barang yang sudah diindentifikasi dan
dimaksudkan untuk pembeli, atau seperti dijelaskan dalam syarat perdagangan,
sudah dipisahkan untuk pembeli.
Pernyataan
ini penting sekali untuk syarat EXW,
karena untuuk syarat perdagangn lainnya, barang biasanya sudah diindentifikasi
dan disiapkan untuk pembeli bila telah dimulai langkah-langkah untuk pengapalan
atau pemberangkattannya (syarat F dan C) atau penyerahannya di tempat tujuan
(syarat D). Dalam kasus yang luar biasa, barang mungkin sudah dikirim dari
penjual dalam keadaan curah tanpa indentifikasi mengenai kuantitas untuk
masing-masing pembeli dan dalam keadaan demikian, maka pengalihan resiko dan
biaya tidak terjadi sebelum barang itu dipisahkan secara pantas sebagaimana
dimaksud diatas (lihat pasal 69.3 of the 1980 UNCC for the internatiobnal sale
of the goods)
9.
Syarat perdagangan
9.1.
Syarat perdagangan E adalah syarat dalam mana kewajiban penjual adalah minimal:
penjual hanyalah berkewajiban hanya menempatkan barang kedalam kewenangn
pembeli ditempat yang disepakati, biasanya ditempat kediaman penjual sendiri.
Sebaliknya, penjual sering kali membantu pembeli memuat barang keatas kendaraan
yang disediakan pembeli. Kendatipun syarat EXW tampaknya akan lebih baik bila
kewajiban penjual diperluas dengan kewajiban untuk memuat barang, namun lebih
disukai untuk mempertahankan prinsip yang lama tentang tanggung jawab yang minimal
dalam penjual untuk syarat EXW sehingga masih dapat dipakai untuk kasus-kasus
dimana penjual tidak menginginkan tugas tambahan apapun untuk memuat barang.
Jika pembeli menginginkan penjual untuk melakukan tugas tambahan, maka hal ini
harus ditegaskan dalam kontrak jual-beli.
9.2.
Syarat perdagangan F mewajibkan penjual menyerahkan barang kepada pengangkut
sesuai instruksi pembeli. Titik dimana pihak-pihak terkait bermaksud
menyerahkan barang pasda syarat FCA telah menyebabkann kesulitan karena
berbagai ragam situasi lingkungan yang tercakup dengan syarat perdagangan yang
satu ini. Barang boleh dimuat keatas kendaraan yang dikirim pembeli ketempat
penjual. Sebagai alternatif, bisa juga barang boleh dibongkar dari kendaraan
yang dikirim penjual untuk menyerahkan barang di terminal yang ditunjuk
pembeli. Incoterms 2000 menaruh perhatian mengenai alternatif ini dengan
penjelasan bahwa bila tempat yang disebut dalam kontrak sebagai tempat
penyerahan adalah tempat kediaman penjual, maka penyerahan dianggap selesai
bila barang telahb dimuat keatas kendaraan yang disdiakan pembeli, dan dalam
kasus selain itu, penyerahan akan dianggap selesai bila barang ditempatkan
kedalam kewenangan pembeli, dalam keadaan belum dibongkar dari kendaraan yang
disediakian penjual. Variasi yang disebut untuk berbagai alat transportasi pada
syarat FCA-A4 Incoterms 1990 tidak dimasukan lagi dalam Incoterms 2000.
Titik
penyerhan barang dalam syarat FOB, yang juga sama untuk syarat CFR dan CIF,
tidak dilakukan perubahan dalam Incoterms 2000, barang “melewati pagar kapal”
yang terdapat dalam FOB sudah kurang cocok lagi untuk beberapa kasus, hal itu
telah dipahami oleh pengusaha. Namun dirasakan bahwa mengubah titik penyerahan
pada FOB ini akan menimbulkan keragu-raguan yang tidak perlu, khususnya
hubungan dengan penjualan komoditas pertanian yang diangkut dengan kapal
carter.
Sayang
sekali, kata-kata FOB telah dipakai oleh sebagain pengusaha semata-mata untuk
menunjukan tempat penyerahan barang seperti FOB-factory, FOB-plant, FOB Ex
seller’s work atau tempat didaratan lainnya, dengan melupakan kependekannya
yang berarti Free On Board. Jelaslah bahwa penggunaan kata FOB mempunyai
tendensi membingungkan dan semestinya dihindari.
Terdapat
perubahan yang penting tentang FAS sehubungan kewajiban untuk mengurus
formalitas ekspor. Tampaknya sudah lazim bahwa tugas ini dianggap menjadi
tanggung jawab penjual ketimbang menjadi tugas pembeli. Untuk menjamin
perubahan ini diperhatikan, maka telah diberi tanda dengan mempengaruhi hurup
besar dalam kata pembukaan dari syarat FAS.
9.3.
Syarat perdagangan C mewajibkan penjual mengadakan kontrak angkutan dengan
syarat-syarat yang lazim atas biaya penjual sendiri. Oleh karena itu, titik
sampai kemana penjual harus membayar ongkos-ongkos perlu sekali ditegaskan
dibelakang syarat perdagangan C yang dipakai. Dalam syarat CIF atau CIP penjual
juga berkewajiban untuk menutup asuransi dan pembayaran premi. Oleh karena
titik yang dipakai dalam pemisahan tanggung jawab mengenai biaya ditetapkan
disuatu titik ditempat tujuan, maka syarat C sering ditafsirkan secara keliru
sebagai “arrival-contract”, dimana penjual wajib memikul semua resiko dan biaya
samapai barang tiba dititik yang disepakati. Tetapi perlu ditekankan bahwa
syarat C sifatnya sama dengan syarat F dimana penjual memenuhi kontraknya di
negara tempat pengapalan atau pemberangkatan. Karena itu kontrak jual-beli atas
dasar syarat C sama halnya dengan kontrak jual-beli atas dasar syarat F, masuk
dalam katagori “shipment contract”.
Sudah
menjadi ciri dari shipment contract bahwa sementara penjual berkewajiban
membayar ongkos angkut yang biasa untuk mengangkut barang dengan trayek dan
dengan cara yang lazim sampai ketempat yang disepakati, sedangkan resiko
kerugian dan kerusakan termasuk biaya tambahan sebagai akibat yang timbul dari
peristiwa yang terjadi setelah baerang secara benar telah diserahkan kepada
pengangkut, menjadi tanggungan pembeli. Dengan demikian syarat C berbeda dengan
syarat perdagangan lainnya mempunyai dua buah titik kritis, satu menunjukan titik
dimana penjual mempunyai kewajiban untuk melaksanakan dan memikul semua biaya
pengangkutan, sedangkan yang lainnya adalah titik penentuan resiko. Karena
alasan itu, perlu lebih berhati-hati bila ingin menambah tugas kepada penjual
pada syarat C. Adalah sangat penting pada syarat C untuk membebaskan penjual
dari resiko dan biaya tambahan setelah penjual memenuhi kewajibannya
melaksanakan kontrak angkutan serta menutup asuransi dalam hal CIF dan CIP.
Ciri
yang penting pula dari syarat C sebagai shipment contract digambarkan dengan
kelaziman mempergunakan kredit bedokumen sebagai cara pembayaran yang
disenangi. Sebagaimana disepakati oleh pihak-pihak terkait dalam kontrak jual
belinya, penjual akan dibayar pembeli dengan menyerahkan dokumen pengapalamn yang
disepakati kepada bank melalui kredit berdokumen, kiranya agak bertentangan
dengan tujuan pokok dari suatu kredit berdokumen bila penjual masih menanggung
resiko dan biaya setelah sesaat penjual menerima pembayaran melalui kredit
berdokumen itu atau setelah barang dikapalkan atau diberangkatkan. Sudah tentu
penjual harus membayar ongkos angkut, tanpa peduli apakah ongkos angkut dibayar
dimuka sebelum pengapalan, ataukah dapat dibayar di tempat tujuan, namun
demikian biaya tambahan yang mungkin terjadi setealh barang dikapalkan akan
menjadi beban pembeli.
Jika
penjual harus menyiapkan kontrak pengangkutan yang menyangkut pembayaran Bea,
pajak, dan biaya lainnya, maka biaya itu akan menjadi beban penjual, sepanjang
hal itu termasuk dalam kontrak. Hal ini secara jelas kini disebutkan di dalam
pasal A6 dalam syarat C. Jika dianggap lazim pengeluaran beberapa kontrak
angkut yang memuat syarat transhipment dibeberapa tempat sebelum mencapai
tujuan, maka penjual harus membayar biaya-biaya itu, bila barang harus dipindahkan
dari satu alat angkut kepada alat angkut yang lain. Jika pengangkut menuntut
hak berdasarkan pasal-pasal transhipment atau klausal yang serupa, yang
betujuan untuk menghindari kendala (seperti gunung es, kongesti, pemogokan,
perintah penguasa, peperangan, dan operasi militer), lalu semua biaya tambahan
sebagai akibatnya akan menjadi beban pembeli karena kewajiban penjual hanya
sebatas kontrak angkut biasa.
Sering
terjadi bahwa pihak-pihak yang terkait dengan kontrak jual-beli ingin
memperoleh penegasan sampai dimana penjual harus mengadakan kontrak angkutan
termasuk ongkos bongkar, karena ongkos semacam itu lazimya sudah termasuk
kedalam ongkos angkut bila barang dianmgkut dengan perusahaan pelayaran tetap
(reguler) maka kontrak jual-beli sering menjelasjkan bahwa barang harus
diangkut dengan cara seperti itu atau
setidaknya barang diangkut sesuai ketentuan “liner terms”. Dalam kasus lain
kata landed ditambahkan setelah CFR atau CIF, tetapi disarankan untuk tidak
menambha singkatann pada syarat C kecuali dalam urusan tertentu arti singkata
itu telah dipahami dan diterima oleh pihak-pihak terkait dengan kontrak itu
dalam hal sesuai dengan ketentuan hukum dan kebiasaan yang berlaku.
Secara
khusus, penjual kiranya jangan dan sesungguhnya tidak diperbolehkan tanpa
mengubah sifat dari syarat C, untuk mengikat diri melakukan tugas apapun
sehubungan dengan sampainya barang ditempat tujuan, karena resiko setiap
keterlambatan selama pengangkutan menjadi tanggungan pembeli. Karena itu tiap
kewajiban yang menyangkutsoal waktu seharusnya merujuk pada tempat pengapalan
atau pemberangkatan, sebagai contoh shipment (dispatch) no later than…”
Persetujuan seperti: CFR Hamburg no later than…..” adalah persetujuan yang
keliru dan akan membawa kepada kemungkinan perbedaan interprestasi. Pihak-pihak
terkait bisa menafsirkan bahwa barang harus sampi di Hamburg pada tanggal yang
disebutkan, sehingga dalam kasus seperti itu, kontrak tidak lagi sebagai
shipment contract tetapi sudah berubah menjadi arrival contract atau dapat juga
berarti bahwa penjual harus mengapalkan barang pada satu waktu tertentu yang
memungkinkannya untuk sampai di hamburg sebelum tanggal yang disebut, kecuali
terjadi kelambatan karenan sebab yang tidak diduga.
Hal
ini terjadi dalam pedagangan hasil pertanian dimana barang dibeli pada saat
masih dalam pelayaran di laut. Dalam kasus ini kata afloat (mengambang)
ditambahkan pada syarat perdagangan, karena resiko kerugian dan kerusakan dalam
syarat CFR dan CIF telah berpindah dari penjual kepada pembeli, maka bisa
timbul kesulitan dalam memberikan interprestasi. Salah satu kemungkinan adalah
dengan tetap mempertahankan arti yang biasa dari syarat CFR dan CIF yang
berhubungan dengan pembagian resiko antara penjual dan pembeli, yakni bahwa
resiko telah berpindah pada saat pengapalan. Hal ini berarti bahwa pembeli
dianggap sudah mengetahui peristiwa yang terjadi pada saat kontrak jual –beli
itu dibuat. Kemudian interprestasi lainnya adalah perpindahan resiko itu
bersamaan waktunya dengan waktu berlakunya kontrak jual beli. Kemungkinan yang
pertama tampaknya lebih praktis karena biasanya tidak mungkin untuk memastikan
keadaan barang selama masih dalam perjalanan. Karena alasan ini maka United
Nasional Convension on Contract for the international sale of goods 1980, pasal
68 menyebutkan bahwa “jika kejadianny seperti itu, resiko diterima pembeli
sejak waktu barang diserahkan kepada pengangkut” yang mengeluarkan dokumen yang
merupakan kontrak pengangkutan. Namun terdapat pengecualian terhadap ketentuan
ini yaitu bila “penjual mengetahui atau diduga mengetahui bahwa barang telah
hilang atau rusak dan tidak memberitahukan hal itu kepada pembeli”. Jadi
interprestasi dari CFR dan CIF yang diberi tambahan kata afloat akan sangat
tergantung pada ketentuan huku yang berlaku untuk kontrak jual beli.
Pihak-pihak terkait disarankan untuk memastikan hukum yang akan diapakai dan
pemecahan yang diperlukan. Jika ragu-ragu, pihak-pihak terkait dianjurkan untuk
memberi penjelasan masalh itu dalam kontraknya.
Dalam
praktek, pihak-pihak terkait seringkali terbiasa memakai istilah lama C&F
(atau C and F, C+F) namun demikian, dalam banyak kasus tampaknya mereka
dianggap menggunakan istilah ini sama dengan istilah CFR. Untuk menghindari
kesulitan dalam memberikan interprestasi
dalam kontrak, pihak-pihak terkait haruslah memakai istilah yang benar dari
Incoterms, yaitu CFR, yang secara luas telah diterima dalam dunia internasional
sebagai singkatan dari Cost and Freight…..(disebut nama pelabuhan tujuan).
Syarat
CFR dan CIF dalam pasal A8 dari Incoterms 1990, telah mewajibkan penjual untuk
memberikan sato copy dari charterparty bilamana dokumen angkutan (biasanya Bill
of Lading) merujuk pada charterparty, sebagai contoh yang sering disebutkan
“all other terms and conditions as per charterparty” kendatipun semua pihak
yang terkait dengan kontrak akan selalu dapat memahami semua pasal dari kontrak
yang dibuatnya, namun terbukti bahwa praktyek untuki menyediakan charterparty
seperti disebut dimuka ini telah menimbulkan masalah khususnya sehubungan
dengan transaksi kredit berdokumen. Kewajiban penjual untuk menyediakan satu
copy charterparty pada kontrak CFR dan
CIF bersama dengan dokumen angkutan lainnya telah dihapuskan dalam Incoterms
2000.
Sekalipun
dalam pasal A8 dari Incoterms berupaya mencari jaminan bahwa penjual memberikan
kepada pembeli “bukti penyerahan”, namun perlu ditegaskan bahwa penjual namun
perlu ditegaskan bahwa penjual memenuhi kewajiban itu bila mana dia telah
memberikan bukti yang “biasa” dan dalam hal CPT dan CIP haruslah dokumen
angkutan biasa dan dalam hal CFR dan CIF haruslah Bill of Lading atau Sea
Waybil. Dokumen angkutan haruslah bersih yang berarti bahwa dokumen itu tidak
berisi klausal atau catatan-catatan yang menyatakan tentang kondisi cacat dari
barang tersebut atau keadaan pengepakannya. Jika catatan seperti itu terdapat
dalam dokumken, maka akan dianggap sebagai dokumen unclean (kotor) dan
karenanya tidak akan diterima oleh bank dalam transaksi kredit dokumen. Namun
perlu dicatat bahwa dokumen angkutan sekalipun tanpa klausal atau catatan itu
biasanya juga tidak memberikan kepada pembeli bukti yang tidak dapat
dipertengkarkan terhadap pengangkut bahwa barang itu telah dikapalkan sesuai
dengan penjelasan yang terdapat dalam kontrak jual beli. Biasanya pengangkut
(sebagaimana lazimnya dicatumkan dalam bagian muka dokumen angkutan), menolak
untuk memikul tanggung jawab sesuai informasi mengenai barang tersebut dengan
menunjuk bahwa semua keterangan yang terdapat dalam dokumen angkutan itu
merupakan pernyataan dari shippers (pemuat barang) dan karenanya semua
informasi itu hanyalah “said to be” (seperti dinyatakan), seperti hukum,
pengangkut wajib sekurang-kurangnya menyiapkan peralatan yang pantas untuk
mengecek kebenaran informasi dan bila dia gagal melakukan hal itu bisa
berakibat penuntutan tanggung jawab dari penerima barang. Namun dalam bisnis
peti kemas, pengangkut tidak punya alat untuk melakukan pengecekan, kecuali
bila pengangkut sendiri yang bertanggung jawab dalam pemuatan peti kemas itu.
Terdapat
hanya dua syarat perdagangan yang berhubungan dengan asuransi yakni CIF dan
CIP. Dalam kedua syarat ini penjual diwajibkan untuk menutup asuransi untuk
keuntungan pembelia. Dalam kasus lainnya terserah pada pihak-pihak terkait itu
sendiri untuk memutuskannya apakah dan untuk seberapa luas mereka mau menutup
asuransi bagi kepentingan mereka sendiri. Karena penjual yang akan menutup
asuransi untuk keuntungan pembeli, penjual tidak mengetahui secara tepat
kebutuhan pembeli. Pada institutes cargo clauses yang disusun oleh institute of
london underwriters, asuransi tersedia dalam minimum-cover dibawah clause C,
medium-cover dibawah clause B, dan asuransi dengan resiko maksimum dibawah
clause A.
Karena
dalam penjualan komoditas pertanian dengan syarat CIF mungkin sekali pembeli
mau menjual barang tersebut selagi dalam perjalanan kepada pembeli berikutnya
yang barangkali mau menjualnya lagi, maka mustahil untuk mengetahui penutupan
asuransi yang sesuai untuk kepentingan para pembeli yang belakangan karena itu
maka penutupan asuransi dengan pertanggungan minimum telah dipilih secara
tradisional untuk transaksi berdasarkan syarat CIF, dengan kemungkinan bagi
pembeli untuk meminta kepada penjual untuk menutup asuransi tambahan.
Penutupan
asuransi minimum sesungguhnya tidak cocok untuk menutup asuransi bagi barang
pabrik dimana resiko terhadap pencurian, pencolengan atau penangan yang kasar
atau penyimpanan barang yang membutuhkan pertanggungan yang lebih dari resiko
pertanggungan yangv tersedia di clause C. Oleh karena itu CIP berbeda dengan
CIF, sehingga biasanya tidak dipakai untuk
penjualan barang hasil pertanian, maka sebenarnya layak untuk
mempergunakan syarat pertanggungan yang lebih luas bagi syarat CIP dari pada
mempergunakan minimum-cover yang dipakai untuk syarat CIF. Tetapi dengan
membedakan kewajiban penjual dibawah syarat CIF dan CIP akan menyebabkan
kegalauan, maka untukn kedua syarat perdagangan itu ditetapkan kewajiban
penjual menutup asuransi berdasarkan sebatas minimum-cover. Adalah sangat
penting bagi pembeli berdasarkan syarat CIP untuk meneliti apakah perlu
melakukan penutupan asuransi tambahan. Dia harus mendapat persetujuan dari
penjual bahwa yang disebut belakangan ini harus menutup asuransi tambahan, atau
sebaliknya pembeli sendiri yang harus mengurus penutupan asuransi tambahan itu.
Terdapat hal-hal khusus dimana pembeli ingin memperoleh perlindung yang lebih
besar dari yang tersedia dibawah institute clause A, sebagai contoh asuransi
terhadap resiko perang, kerusuhan, huru-hara, pemogokan atau gangguan
perburuhan lainnya. Jika pembeli menginginkan penjual untuk menutup asuransi
sedemikian maka pembeli harus menginstruksikan penjual untuk melakukannya, maka
dalam hal demikian penjual berkewajiban untuk
menutup asuransi semacam itu jika memungkinkan.
9.4.
syarat perdagangan D berbeda dari sifat syarat perdagangan C karena menurut
syarat D penjual bertanggung jawab atas sampainya barang ditempat yang
disepakati atau titik tujuan diperbatasan atau didalam negara pengimpor.
Penjual harus bertanggung jawab untuk memikul resiko dan biaya untuk membawa
barang itu sampai kesana. Karena itu syarat D disebut sebagai arrival contract,
sedangkan syarat D jelas sebagai kontrak pemberangkatan (pengapalan).
Dibawah
Syarat D, kecuali syarat DDp, penjual tidak diwajibkan untuk menyerahkan barang
yang sudah beres formalitas impornya di negara tujuan.
Secara
tradisional, penjual berkewajiban untuk membereskan formalitas impor dibawah
syarat DEQ karena barang harus diturunkan di dermaga dan lalu dibawa ke negara
pengimpor. Tetapi berhubung adanya perubahan dalam pengurusan pabean di
beberapa negara, maka dianggap lebih pantas bila pihak yang berdomisili di
negara itu mengurus formalitas pabean dan membayar bea masuk dan biaya-biaya
lainnya. Karena itu perubahan yang dilakukan untuk syarat DEQ dilakukan dengan
alasan yang sama dengan perubahan syarat FAS sebelumnya. Sama halnya seperti
syarat FAS, maka perubahan syarat DEQ telah diberi tanda dengan memakai huruf
besar dalam kata pendahuluan.
Ternyata
di berbagai negara syarat perdagangan yang tidak termasuk di dalam Incoterms
telah dipergunakan khususnya dalam lalu lintas kereta api (franco perbatasan).
Namun dengan syarat itu tidak bisa dimksudkan bahwa penjual diharapkan
bertanggung jawab atas resiko kerugian atau kerusakan barang selama dalam
perjalanan ke perbatasan. Dalam hal semacam ini, akan lebih disukai untuk
mempergunakan syarat CPT dengan menyebutkan nama perbatasan. Jika sebaliknya
pihak-pihak terkait bermaksud supaya penjual memikul resiko selama dalam
pengangkutan maka akan lebih cocok bila dipakai syarat DAF.
Syarat
perdagangan DDU telah ditambahkan dalam Incoterms 1990. Syarat ini akan
memenuhi kewajibannya bila penjual bersedia menyerahkan barang di negara
tujuan, tanpa perlu menyelesaikan formalitas pabean dan membayar bea masuk.
Dinegara-negara diamana pengurusan formalitas mpor dan membayar bea masuk sulit
dan memakan waktu lama, kiranya akan
membawa resiko bila penjual mengurus penyerahan barang di luarwilayah pabean.
Sekalipun menurut pasal B5 dan B6 dari syarat DDU pembeli harus memikul resiko
tambahan dan biaya-biaya yang timbul akibat kegagalan mengurus formalitas
impor, namun penjual disarankan untuk tidak mempergunakan syarat DDU di
negara-negara yang ada kemungkinan terjadi kesulitan dalam mengurus formalitas
impor.
10. Ungkapan “no obligation”
(tak ada kewajiban)
Seperti
tampak pada ungkapan “the seller must (penjual wajib) dan “the buyer must
(pembeli wajib) dalam Incoterms hanyalah berhubungan dengan kewajiban yang
maing-masing pihak harus lakukan terhadap pihak lain. Kata-kata “no obligation”
9tak ada kewajiban) karenanya telah dimasukan bila slah satu pihak tidak ada
keharusan untuk melakukan kewajiban terhadap pihak lain. Jadi, sebagai contoh
sesuai pasal A3 seperti disebut perlu wajib mengurus dan membayar kontrak
angkutan, maka kita menemukan kata “no obligation” di bawah judul “contract of
carriage” (kontrak angkutan) dalam pasal B3a seperti tertera didalam uraian
kewajiban pembeli. Begitu pula bila tidak ada satu pihakpun yang berkewajiban terhadap
pihak lain, maka kata “no oblogation” akan terlihat pada uraian ke dua pihak,
seperti contoh pada asuransi.
Dalam
hal seperti itu, penting untuk diketahui sekalipun satu [ihak tidak ada
kewajiban, untuk melakukan sesuatu keapa pihak lain, hal ini tidak berarti
tidah ada kepentingan melakukan tugas itu, jadi sebagai contoh, kendatipun
dalam kontrak CFR, pihak pembeli tidak diwajibkan kepada pihak penjual untuk
menutup asuransi seperti disebut dalam pasal B4, namun jelas adalah kepentingan
pembeli sendiri untuk menutup kontrak asuransi itu, sekalipun penjual tak ada
kewajiban apapun untuk melakukan penutupan asuransi sesuai pasal A4.
11. Variasi dari Incoterms
Dalam
praktek sering terjadi bahwa pihak-pihak terkait dengan menambahkan kata-kata
pada Incoters mencari pengertian yang lebih tepat dari apa yang ditawarkan
dalam Incoterms. Perlu diketahui bahwa Incoterms tidak memberi petunjuk apapun
mengenai tambahan itu. Jika pihat terkait tidak percaya bahwa kebiasaan
perdagangan yang mudah dikenail baik untuk
memberi penafsiran atas tambahan itu, mereka dapat menghadapi masalah
serius bila tidak terdapat pengertian yang konsisten dari tambahan itu yang
dapat dipakai sebagai bukti.
Sebagai
contoh istilah “FOB Stowed” atau “Ex Work Loaded” yang dipakai, adalah mustahil
untuk membuat sebuah pengertian yang diakui hanya terbatas pada biaya yang
sebenarnya dikeluarkan untuk memuat barang ke dalam kapal atau ke alat angkut
bersangkutan, tetapi juga termasuk risiko
kerugian mendadak atau kerusakan yang terjadi karena penyusunan barang
serta wakut pemuatan, karena alasan ini pihak terkait sangat dianjurkan untuk
memberikan ketegasan apakah mereka hanya bermaksud apakah fungsi dan biaya
penyususnan dan pemuatan menjadi tanggungan penjual dan apakahpenjual juga bertanggungjawab
atas risiko sampai barang selesai disusun dan dimuat. Masalah seperti ini tidak
dapat ditemukan jawabannya dalam Incoters, kosekwensinya adalah bila
pihak-pihak terkait gagal mencari titik temu, maka hal ini berarti bahwa pihak
terkai telah mencari-cari kesulitan dan mengeluarkan biaya yang sesungguhnya
tidak perlu.
Sekalipun
Incoterms 2000 tidak menyajikan aneka variasi ini, tetapi kata pembukaan dari
beberap a syarat perdagangan perdagangan telah memperlihatkan pihak-pihak
terkait terhadap perlunya mempergunakan istilah khusus dalam kontrak mereka,
jika pihak-pihak itu ingin melakukan penambahan dari keterangan yang terdapat
dalam Incoterms.
EXW : Tambahan kewajiban kepada penjual untuk
memuat barang ke atas kendaraan yang disediakan pembeli.
CIF/CIP : Kebutuhan pembeli untuk menutup asuransi
tambahan
DEQ : Tambahan kewajiban kepada penjual
untuk membayar ongkos setelah barang dibongkar.
Dalam
beberapa kasus penjual dan pembeli merujuk pada praktek bisnis dalam angkutan
dengan liner dan charterparty. Dalam hal ini, perlu untuk membedakan
secara jelas antara kewajiban masing-masing pihak dalam kontrak angkutan dengan
kewajiban masing-masing mereka dalam kontrak jual beli. Sayang sekali tidaka
ada definisi yang resmi dari istilah seperti “liner terms” dan “terminal
handling Charges” (THC). Pembagian biaya pada syarat seperti itu mungkin
saja berbeda di tempat yang berbeda dan berubah dari waktu ke waktu.
Pihak-pihak terkait disarankan untuki menegaskan dalam kontrak jual beli mereka
bagaimana biaya semacam ini harus dibagi antara mereka.
Ungkapan
yang sering dipakai dalam perjanjian carter seperti “FOB Stowed”, “FOB Stowed”
and Trimmed” kadang-kadang diapaki pula dalam bentuk jual beli untuk menegaskan
ruang lingkup kewajiban penjual kepada kontrak FOB untuk melaksanakan
penumpukan dan pembenahan barang diatas kapal. Bila kata-kata itu ditambahkan,
perlu ditegaskan dalam kontrak jual beli apakah penambahan kata itu hanya
menambahkan kewajiban sehubungan denagn biaya saja atakah keduanya biaya dan
risiko.
Seperti
telah dikemukakan, tiap upaya telah dilakukan untuk menjamin bahwa Incoterms
merefleksikan praktek bisnis yang sanat lazim, namun dalam beberap kasus,
khususnya dalam hal Incoterms 2000 berbeda dengan Incoterms 1990, pihak-pihak
terkait mungkin menginginkan syarat-syarat perdagangan dioperasikan secara
berbeda. Mereka diperingatkan tentang pilihan itu dalam pembukaan dari setiap
syarat perdagangan dengan memakai kata “however”
12. Kebiasaan dipelabuhan dan pada bisnis khusus
Oleh
karena Incoterms merupakan seperangkat syarat perdagangan untuk dipakai pada
berbagai jenis bisnis dan daerah, kiranya mustahil untuk menyusun kewajiban
masing-masing pihak dengan tepat. Untuk sebagian dirasa perlu untuk merujuk dipelabuhan atau bisnis tertentu atau pada
praktek bisnis yang sudah diciptakan sendiri oleh para pelaku bisnis ini
sebelumnya (lihat pasal 9 dari UN convention contract for the International
Sale of Goods 1980). Sudah barang tentu sangat diharapkan bahwa penjual dan
pembeli akan selalu dibei informasi tentag kebiasaan-kebiasaan itu pada saat
mereka melakuka negosiasi pada saat kontrak mereka melakukan negosiasi pada
saat mereka dan bila ditemukan keragu-raguan, mereka haruslah mengadakan
klarifikasi posisi mereka dengan mencantumkan klausal-klausal yang cocok dalam
kontrak jual-beli. Syarat-syarat khusus semacam itu dalam tiap-tiap kontrak
akan menghapuskan atau akan mengubah apapun yang dirumuskan dalam berbagai
macam Incoterms.
13. Pilihan pembeli mengenai tempat pengapalan
Dalam
berbagai situasi, belum bisa ditentukan pada saat pembuatan kontrak titik atau
tempat dimana barang harus diserahkan oleh penjual untuk diangkut. Sebagai
contoh, rujukan hanya ditujukan semata-mata pada saat suatu kawasan atau suatu
daerah yang luas, seperti pelabuhan laut, dan biasanya disebut bahwa pembeli
berkewajiban atau berhak menyebut nama tempat itu kemudian jika pembeli
berkewajiban untuk menyebutkan tempat yang tepat dan jika pembeli gagal
melakukannya bisa mengakibatkan bahwa dia harus memikul resiko dan biaya
tambahn yang diakibatkan oleh kegagalan dalam menunjuk titik yang tepat itu
(B5/B7 dari semua syarat). Sebagai tambahn, memberikan hak kepada penjual
untuk memilih titik yang lebih cocok
untuk keperluan itu (FCA-A4).
14.
Formalitas pabean
Istilah
“customs clearence” (formalitas pabean) telah menimbulkan salah pengertian.
Jadi, bila rujukan itu ditujukan terhadap kewajiban penjual atau pembeli untuk
melaksanakan tugas sehubungan dengan lewatnya barang melalui pabeandari negara
pengekspor atau pengimpor maka kini ditegaskan bahwa kewajiban ini tidak hany
termasuk pembayaran dari bea-bea dan biaya-biaya lainnya, tetapi juga
menyangkut pelaksanaan dan pembayaran semua biaya administrasi yang berhubungan
dengan lewatnya barang melalui pabean dan memberikan informasi kepada pejabat
yang berwenang dalam hubungan ini.
Selanjutnya,
juga dianggap kurang tepat untuk mempergunakan syarat perdagangan ini yang
berhubungan dengan kewajiban untuk menyelesaikan urusan pabean, seperti dalam
hal Intra European Union atau pada kawasan bebas lainnya, dimana tidak
ada lagi kewajiban untuk membayar bea-bea dan tidak ada lagi pembatasan
lalulintas barang ekspor-impor. Untuk menjernihkan hal ini maka dipakai
kata-kata “ where applicable” (bila diperlukan) yang ditambahkan pada pasal A2
dan B2, A6 dan B6 dalam Incoterms bersangkutan untuk memungkinkan mereka
memakai Incoterms tanpa ragu-ragu bila formalitas pabean tidak diperlukan.
Adalah
wajar bila urusan pabean diurus oleh pihak yang berdomosili di negara dimana
formalita pabean itu akan dilakukan atau sekurangnya diurus oleh orang yang
dikuasakan. Jadi, adalah wajar vbila eksportir yang mengurus formalitas ekspor,
sedangkan importir yang mengurus formalitas impor.
Incoterms
1990 telah menyimpang dari ketentuan ini pada syarat perdagangan EXW dan FAS
(kewajiban formalitas ekspor pada pembeli) dan DEQ (kewajiban formalitas impor
pada penjual) tetapi pada Incoterms 2000 syarat FAS dan DEQ menempatkan
kewajiban mengurus formalitas ekspor menjadi kewajiban eksportir dan mengurus
fornmalitas impor menjadi kewajiban importir. Sementara EXW merupakan kewajiban
minimum bagi penjual tetap tidak berubah (pengurusan formalitas ekspor tetap
oleh pembeli). Dalam hal syarat DDP penjual secara khusus menyetujui sesuai
dengan arti istilah itu sendiri, yaitu Delivered Duty Paid, yakni
mengurus formalitas impor dan membayar bea-bea apapun yang berhubungan dengan
itu.
15.
Pengepakan
Dalam
banyak kasus, pihak-pihak terkait mestinya sudah tahu sebelumnya jenis
pengepakan yang dibutuhkan untuk pengangkutan yang aman bagi barang sampai
ketempat tujuan. Namun karena kewajiban penjual dalam pengepakan barang
berbeda, sesuai dengan jenis dan lamanya barang dalam perjalanan, maka dirasa
perlu untuk menegaskan bahwa penjual berkewajiban untuk mengepak barang
sedemikian rupa sesuai dengan kebutuhan alat angkut bersangkutan. Namun hanya
pasal 35.1 dan 35.2 dari UNCCISC-1980 ttermasuk ketentuan bahwa pengepakan itu,
harus cocok sesuai dengan tujuan khusus yang diberitahukan kepada penjualm pada
saat menyusun kontrak jual beli, kecuali dalam hal dimana pembeli tidak
dipercaya, atau tidak mungkin untuk mempercayai kemampuan dan pertimbangan
penjual.
16.
Pemeriksaan barang
Dalam
banyak kasus, pembeli dianjurkan untuk mengurus pemeriksaan atas barang sebelum
atau pada saat barang diserahterimakan oleh penjual kepada pengangkut (yang
disebut pre-shipment inspection atau PSI). Kecuali bila kontrak
menyebutkan sebaliknya, pembeli yang harus membayar ongkos pemerikasaan yang
dilakukan untuk kepentingan pembeli itu sendiri. Tetapi bila inspeksi ini
dilakuakn untuk memungkinkan penjual melakukan kewajibannya memenuhi
perundang-undangan yang berlaku di negaranya sendiri untuk ekspor, maka
penjuallah yang harus membayar sendiri pemeriksaan itu, kecuali dalam hal
syarat EXW, dalam hal mana biaya pemeriksaan menjjadi tanggungan pembeli.
17.
Jenis alat angkut dan syarat Incoterms 2000 yang cocok
Alat
angku apa saja:
Group
E: EXW Ex Works…..(disebut ditempat)
Group
F: FCA Free Carrier…..(disebut tempat tujuan)
Group
C: CPT Carriage Paid To…..(disebut tempat tujuan)
CIP Carriage, and Insurance Paid
to…..(disebut tempat tujuan)
Group
D: DAF Delivery At Frontier…..(disebut tempat)
DDU Delivery Duty
Unpaid…..(disebut tempat tujuan)
DDP Delivery Duty
Paid…..(disebut tempat tujuan) Sampai tujuan
Angkutan
laut dan sungai saja:
Group
F: FAS Free Along ship…..(disebut pelabuhan pengapalan)
FOB Free On Board (disebut
pelabuhan pengapalan)
Group
C: CFR Cost and Freight…..(disebut pelabuhan tujuan)
CIF Cost, Insurance,
Freight…..(disebut pelabuhan tujuan)
Group
D: DES Delivery Ex Ship…..(disebut pelabuhan tujuan)
DEQ Deliveri Ex Quay…..(disebut
pelabuhan tujuan)
18.
Saran pemakaian
Dalam
beberapa kasus, kata pendahuluan menyarankan penggunaan atau sebaliknya tidak
menggunakan syarat perdagangan tertentu. Hal ini penting sehubungan dengan
pihak antar FCA dan FOB. Disayangkan pengusaha masih terus menggunakan FOB, di
luar yang semestinya yang menyebabkan penjual harus memikul resiko sesudah
melakukan serah terima barang kepada pengankut yang ditunjuk pembeli. FOB hanya
pantas dipakai bila barang yang dimaksud akan diserah terimakan melewati pagar
kapal atau dalam hal apapun keatas kapal dan bukan dimana barang diseahkan
kepada pengangkut untuk selanjutnya dimuat keatas kapal, misalnya disimpan di
dalam peti kemas atau dimuat dalam gerobak atau gerbong dalam hal seperti
dikenal dengan lalu lintas rool on and roll off. Karena itu telah dibuat
peringatan keras dalam kata pembukaan FOB, bahwa syarat FOB ini jangan dipakai
bila pihak-pihak terkait tidak bermaksud menyerahkan barang melewati pagar
kapal.
Bisa
terjadi bahwa pihak-pihak terkait secara keliru telah mempergunakan syarat
perdagangan ini untuk mengangkut laut bersamaan dengan mempertimbangkan
kemungkinan mengangkut dengan jenisalat angkut lain. Hal ini bisa menempatkan
penjual dalam posisi yang sulit dimana dia tidak mungkin untuk menyerahkan
dokumen yang cocok kepada pembeli (misalnya Bill of Lading). Skema yang dicetak
dalam angka 17 di Incoterms 2000 yang cocok untuk diapaki untuk tiap alat
transpor. Juga ditunjuk dalam setiap pendahuluan dari masing-masing syarat
perdagangan apakah syarat itu dapat dipakai untuk semua jenis alat angkut atau
hanya dapat boleh dipakai untuk alat angkut melalui laut saja.
19. Bill of Lading dan Dokumen Elektronika
Secara
tradisional hanya the On Board bill of Lading yang diterima untuk diajukan oleh
penjual di bawah syarat perdagangan CFR dan CIF. Bill of Lading memenuhi tiga
fungsi utama yang penting, yaitu:
v
Bukti dari penyerahan barang di atas kapal.
v
Bukti atau kontrak angkutan.
v
Alat untuk melakukian pemindahan hak terhadap
barang yang ada dalam perjalanan kepada pihak laindengan cara melakukan
pemindahan dokumen kertas itu kepadanya.
Dokumen
angkut selain Bill of Lading memenuhi dua dari fungsi yang disebut terdahulu,
namun tidak dapat mengawasi penyerahan barang di tempat tujuan atau para
pembeli menjual barang segali dalam perjalanan dengan cara menyerahterimakan
dokumen keertas itu kepada pembelinya. Sebagai penggantinya, dokumen angkut itu
harus menyebutkan nama mereka yang berhak menerima barang di tempat tujuan.
Fakta bahwa pemilikan atas Bill of Lading ini dibutuhkan untuk bisa mendapatkan
barang dari pengankut dui tempat tujuan, telah menimbulkan kesulitan untuk
mengganti dokumen itu dengan alat komunikasi elektronis.
Lebih
lanjut, sudah menjadi kebiasaan untuk menerbitkan Bill of Lading itu dalam
beberapa lembar asli, tetapi penting sekali bagi pembeli atau bank yang
bertindak atas perintahnya untuk membayar penjualan untuk memperoleh jaminan
bahwa semua lembaran asli itu supaya diserahkan seluruhnya oleh penjual (lazim
disebut set lengkap). Hal ini juga menjadi kewajiban dalam peraturan KDI untuk
kredit berdokumen (lazim disebut ICC-UCP-DC-500).
Dokumen
pengangkut harus membuktikan tidak hanya penyerahan barang kepada pengangkut
tetapi juga bahwa barang itu, sepanjang bisa dipastikan oleh pengangkut,
haruslah diterima dalam keadaan baik. Setiap ada catatan dalam dokumen angkutan
yang menunjukan bahwa barang tidak dalam kondisi seperti itu, akan menjadikan
dokumen itu menjadi unclean (koto) dan akan menyebabkan dokumen itu tidak akan
diterima dalam rangka UCP.
Diluar
dari sifat legalitas dari Bill of Lading diharapkan bahwa dokumen itu akan
dapat diganti dengan dokumen elektronik sgera dimasa menndatang. Dalam
Incoterms 1990 telah diperhitungakn kemungkinan ini. Sesuai dengan pasal A8
maka dokumen kertas boleh diganti dengan pesan elektronis asalkan pihak-pihak
terkait sepakat untuk berkomunikasi dengan alat elektronika. Pesan itu dapat
dikirimkan langsung kepada pihak-pihak bersangkutan atau melalui pihak ke tiga
yang menyediakan pelayanan tambhan itu. Salah satu pelayanan yang biasanya
tersedeia oleh pihak ke tiga itu adalah pendaftaran dari pihak pemegang dari
Bill of Lading. Sistem penyajian itu
seperti yang lazim disebut pelayanan BOLERO, mungkin membutuhkan dukungan
selanjutnya dari norma-norma hukum yang cocok seperti ditunjukan oleh CMI-1990
tentang peraturan Bill of Lading elektronika dan pasal 16-17 dari 1996 UNCITRAL
Model hukum mengenai elektronika bisnis.
20.
Dokumen angkut non-negotiable pengganti Bill of Ladinng
Dalam
tahun-tahunterakhir ini, telah tercapai penyederhanaan dari dokumen-dokumen
praktek. Bill of Lading sering diganti dengan dokumen non-negotiable (yang tak
dapat diperdagangkan), yang sama dengan dokumen-dokumen lain yang dipakai oleh
alat angkutan lain, selain dari angkutan laut. Dokumen itu disebut dengan “Sea
waybill”, “Liner Waybill”, “Freight Receipt” atau aneka nama lainnya.
Dokumen
Non-Negotiable ini cukup memuaskan untuk dipakai kecuali bila pembeli ingin
untuk menjual barang selagi dalam perjalanannya dengan cara menyerahkan dokumen
kertas kepada pembeli baru. Untuk memungkinkan hal ini,maka kewajiban penjual
untuk mengadakan Bill of Lading dalam hal CFR dan CIF masih perlu
dipertahankan. Namun bila pihak-pihak terkait mengetahui bahwa pembeli tidak
akan melakukan penjualan barang selagi dalam perjalanan, mereka boleh secara
khusus menyerahkan Bill of Lading atau sebagai gantinya mereka mereka boleh
mempergunakan syarat CPT dan CIP bila mereka tidak membutuhkan penyerahan Bill
of Lading.
21.
Hak untuk memberikan instruksi kepada pengangkut
Pembeli
yang membayar harga barang-barang syarat C, harus menjamin bahwa penjual
setelah menerima pembayaran harus dihindarkan dari kemungkinan membatalkan
penyerahan barang dengan memberikan instruksi baru kepada pengangkut. Beberap
dari dokumen angkut yang dipakai untuk alat angkut khusus (udara, jalan darat,
dan kereta api) menawarkan kepada pihak-pihak terkait suatu kemungkinan untuk
melarang penjual memberikan instruksi baru semacam itu kepada pengangkut,
dengan cara memberikan kepada pembeli dokumen waybill yang khusus asli atau
duplikat. Tetapi dokumen yang dipakai sebagai pengganti Bill of lading untuk
pengangkut laut tidak biasanya mengandung fungsib pelarangan seperti itu.
Komite maritim Internasional telah memberikan pengganti dari kekurangan ini dengan
memperkenalkan “1990 Uniform Rules for sea Waybill” yang memungkinkan
piha-pihak terkait untuk mencatumkan klausal “No disposal” (tidak boleh dijual)
dimana penjual melepaskan haknya untuk menjual barang dengan cara memberikan
instruksi kepada pengangkut untuk menyerhahkan barang kepada siapapun atau
ketempat ;lain selain orang yang disebut dalam waybill itu.
22.
Perwasitan KDI
Pihak-pihak
yang terkait dengan kontrak yang ingin memilih perwasitan Dari Kamar Dagang
Internasional bila terjadi perselisihan antara mereka haruslah dengan cara
khusus menyebutkan dalam kontrak bahwa mereka akan tunduk pada ketentuan
perwasitan dari KDI, atau bila tidak terdapat dalam dokumen kontrak itu,
haruslah tedapat dalam salah satu korespodensi mereka yang menyatakan adanya
persetujuan antara mereka. Fakta yang menunjukan adanya satu atau dua syarat
Incoterms dalam kontrak atau dalam korespodensi tidak dengan sendirinya
merupakan persetujuan pemilihan atas penggunaan perwasitan dari KDI
KDI
merekomendasikan Pemakaian klausal yang baku mengenai perwasitan sebagai
berikut:
All
disputes arising out of or in connecting with the present contract shall be
finally settled under the rules of Arbitration of The International Chamber of
Commerce by one or more arbitrators appointed in accordance with the said
rules.
Artinya
Semua perselisihan yang timbul
sehubungan dengan kontrak ini akhirnya akan diselesaikan sesuai dengan aturan
perwasitan dari Kamar dagang International melalui penunjukan seorang atau
lebih wasit yang ditunjuk sesuai dengan ketentuan peraturan ini.
Jakrta, 21 November 1999
Diterjemahkan dari:
Incoterms 2000 ICC No. 560
23.
Apa yang dimaksud dengan syarat perdagangan
Sebagaimana
dimaklumi, tujuan pokok memilih syarat perdagangan dalam perdagangan
internasional adalh untuk menentukan titik atau tempat dimana penjual harus
memenuhi kewajibannya melakukan penyerahan baranjg secara fisik dan yuridis
kepada pembeli.
sangat lengkap dan bermanfaat
BalasHapussangat lengkap dan bermanfaat
BalasHapus