Please ENJOY

Sabtu, 06 Oktober 2012

SYNDROM Naik Jabatan



Dalam sebuah ruang lingkup pekerjaan, sebuah perubahan posisi sangatlah lazim, seorang karyawan bisa saja dengan tiba-tiba mengalami mutasi, demosi atau promosi, ketiga perubahan ini meskipun sesuatu yang biasa, tetapi tidak menutup kemungkinan mengakibatkan gejolak yang luar biasa, baik pada karyawan yang mengalami perubahan itu, ataupun pada rekan-rekan disekelilingnya.

Untuk menguji seberapa dalam tingkat kesabaran, ketekunan, loyalitas, dan dedikasi adalah pada saat seorang karyawan mengalami mutasi atau demosi, sedangkan untuk mengukur seberapa tinggi tingkat arogansi seseorang bisa kita ukur saat seorang karyawan mengalami promosi. Namun seberapa besar akibat negative yang ditimbulkan dari perubahan posisi dalam sebuah pekerjaan, itu sangat tergantung dari emosional management dari tiap-tiap individu.

Bagaikan mata uang yang mempunyai dua sisi, efek dari sebuah perubahan posisi jabatan, sebenarnya bisa disikapi dengan positif, seorang karyawan yang mengalami mutasi atau demosi, bisa menjadikan penurunan posisi tsb sebagai bahan untuk instrofeksi diri, hingga kedepannya bisa bekerja lebih baik lagi dan berusaha mengejar ketertinggalannya selama ini, sedangkan karyawan yang mengalami promosi bisa terpacu untuk lebih baik lagi, hingga suatu saat karirnya bisa berada dipuncak tertinggi.

Namun kenyataannya tidaklah demikian, karyawan yang mengalami mutasi atau demosi, sering malah terpuruk, dan frustasi dengan nasib yang menimpa dirinya, lalu timbulah apriori terhadap perusahaan dan pihak management tempatnya bekerja, hilangnya loyalitas dan terkikisnya dedikasi, begitu juga dengan karyawan yang mendadak mendapatkan promosi, bila tidak disikapi dengan positif terkadang malah timbul degradasi moral, over percaya diri, dan arogansi yang berlebihan, biasanya disertai dengan unjuk kekuasaan secara membabi buta.

Karyawan yang secara emosional belum siap untuk menerima jabatan yang lebih tinggi, biasanya berusaha menunjukan kekuasaannya dengan cara yang berlebihan, agresif dalam memerintah, ingin selalu didengar, tidak bisa menerima masukan dari sesama karyawan lain yang dulu pernah selevel dengannya, dan yang lebih parah lagi, apabila tidak mempunyai emosional control, terkadang karyawan tersebut terlepas dari garis organisasi yang telah diatur oleh pihak management di perusahaannya, berani menegur divisi lain (lintas divisi) dan merasa bahwa dirinyalah yang paling benar. seperti planet yang keluar dari orbitnya.

Uforia terhadap naiknya jabatan, seringkali membuat seorang karyawan lupa diri, lupa bahwa posisinya yang lebih tinggi itu hanya dalam batas tatanan organisasi diperusahaan saja, dan bukan dalam hubungan sosial dengan karyawan lain di luar urusan pekerjaan, tetapi terkadang, seorang karyawan yang sudah mendapatkan kenaikan jabatan seringkali merasa lebih tinggi posisinya meskipun di luar urusan pekerjaan, hal ini akan menimbulkan social gap dalam hubungan pergaulannya dengan sesama karyawan lain, selalu merasa benar sendiri, tidak ingin didebat, mendominasi setiap pembicaraan. Cepat atau lambat karyawan seperti ini akan dijauhi oleh karyawan lain di dalam pergaulannya.

Ternyata tidak semua hal positif itu akan menimbulkan efek yang positif , itu semua tergantung dari bagaimana cara pandang kita dan cara kita menyikapinya. Seperti kenaikan jabatan yang sebenarnya sangat positif ternyata bisa berakibat negative bagi dirinya maupun karyawan lain disekitarnya.

Seorang karyawan yang baru saja mendapatkan promosi jabatan ke jenjang yang lebih tinggi, lalu lupa diri, dan bersikap arogansi, ingin menang sendiri, mendominasi pembicaraan dan tidak mau menerima masukan, itu ibarat sebuah pohon besar yang tinggi menjulang, semakin tinggi pohon itu, semakin kencang juga angin diatas menerpanya, kelihatannya pohon itu kuat karena mempunyai batang yang besar, namun sebenarnya pohon itu sangatlah rapuh karena akarnya tidak kokoh menancap kedalam. Ada baiknya apabila kenaikan jabatan itu disertai dengan kedewasaan sikap dalam keseharian, lapang dada untuk menerima kritikan atau masukan dari karyawan lain, dan berusaha untuk dapat merangkul karyawan lain yang posisinya dibawah karyawan tsb.

Seorang karyawan yang baru saja mendapatkan promosi jabatan yang lebih tinggi, janganlah seperti planet yang keluar dari orbitnya, atau seperti pohon besar yang mudah tumbang karena akarnya tidak kokoh menancap kedalam tanah, karena sebenarnya, karyawan tsb adalah karyawan yang “sakit kronis” yang harus segera diobati.

3 komentar:

  1. yang lebih parah lagi ada orang yg tidak bisa membedakan posisi ketika dijam kerja dan ketika diluar jam kerja! anggapannya sama: mereka anak buah!
    begitu juga para anak buah: beliau atasan saya!
    ujung2nya urusan kerja dan pribadi jd campur aduk!

    BalasHapus
  2. Jabatan yang tinggi memikul tanggung jawab yang tinggi juga, dan amanah yang besar pula.
    Andaikan itu dipahami maka tidak ada namanya uforia, atau lupa diri.

    Sehingga apabila itu dipahami, tidak akan ada orang-orang yang mengusahakan berbagai cara agar mendapatkan posisi bagus dengan cara-cara yang merugikan orang lain (walaupun dalam konteksnya, tidak berasa merugikan orang lain dalam bentuk harfiah, karena dalam bentuk kesenangan duniawi yang sesaat, yaitu materi)

    Dan cara itu cara yang paling tidak kentara merugikan orang lain.



    BalasHapus
  3. Kalau sudah berurusan dengan jabatan rata2 orang akan berubah sifat. Mungkin disebabkan karena naiknya status juga naiknya tunjangan gaji dsb. Untuk orang yang memang sifatnya sudah humble maybe ini tidak membahayakan tapi bagi org yang sifat nya sudah negatif sejak awal ini memang tampaknya menjadi bencana bagi dia bahkan bagi orang lain mungkin. Kalau bencana buat sndiri sih itu derita sendiri yah, tapi kalau buat orang lain itu yang merugikan. Mungkin juga bisa menghancurkan orang lain....kasian kan....orang lain menjadi korban dari keegoisan sndiri...

    BalasHapus