Please ENJOY

Jumat, 12 November 2010

STOP! marginalisasi

Dalam kehidupan masyarakat yang agamis, sebetulnya terselip juga sebagian kecil orang atau masyarakat yang mempunyai cara pikir dan pandang berbeda dari masyarakat umumnya, karena Atheis dan Agnostik ada di tengah-tengah mereka, Atheis dan Agnostik adalah orang-orang yang secara langsung ataupun tidak direndahkan keberadaannya, keberadaan yang dianggap tidak ada hanya karena mereka menjalani pola hidup yang berbeda dari masyarakat pada umumnya, lalu apakah hanya karena itu mereka layak disisihkan dalam kehidupan bermasyarakat?

Keimanan atau keyakinan seseorang bukanlah sesuatu yang bisa  dipaksakan, kita tidak bisa memaksa seorang Atheis untuk ber-Tuhan dan menyembah Tuhan yang kita sembah, kita juga tidak bisa memaksa seorang Agnostik untuk mengakui bahwa agama yang kita anut atau agama-agama yang telah ada adalah wahyu dari Tuhan, atau memaksa mereka untuk menjalani hidupnya berpedoman pada apa yang tersurat dalam kitab suci.


Hidup adalah pilihan, kita manusia boleh dan bebas memilih cara dan jalan hidup kita selama tidak mengganggu cara dan jalan hidup orang lain, selama kita mau bertanggung jawab terhadap opsi yang telah kita pilih, karena kemerdekaan atau kebebasan adalah hak yang paling hakiki, hak yang dibawa sejak manusia itu dilahirkan, dan agama apapun yang masuk ke Indonesia tidak dengan cara paksaan padahal saat itu nenek moyang kita masih menganut Animisme dan Dinamisme. Begitu juga dengan seorang Atheis dan seorang Agnostik mereka adalah manusia yang sama seperti kita yang saat dilahirkan sudah mempunyai kemerdekaan dan kebebasan untuk memilih, kemerdekaan dan kebebasan yang juga merupakan hak yang hakiki bagi mereka.

Gajah dipelupuk mata tidak kelihatan padahal semut disebrang pulau bisa terlihat dengan jelas” dari pada kita sibuk melihat kesalahan orang lain ada baiknya kita meluangkan waktu untuk berkaca, apakah kita manusia yang menganggap dirinya ber-Tuhan jauh lebih baik dalam menjalani hidup bila dibandingkan dengan seorang Atheis? dan apakah kita sudah menjalankan hidup sesuai dengan apa yang tersurat dalam kitab suci yang kita anggap sebagai pedoman untuk menjani hidup?

Kalau memang perbedaan itu “anugrah dan kekayaan” dan Tuhan sengaja menciptakan perbedaan,  lalu mengapa banyak orang yang tidak bisa menerima perbedaan? Mengapa banyak orang yang memandang orang lain harus berdasarkan “similar to me effect” lalu merasa nyaman dan benar. Perbedaan dalam kehidupan bukan hanya dalam hal keyakinan tapi juga terjadi untuk hal-hal lain, Gay, Lesbi dan Transgender adalah orang-orang yang dianggap berbeda dari masyarakat pada umumnya hanya karena mereka tidak/”not similar to me”, selama masyarakat umum memandang sesuatu dari sudut pandangnya bahwa menyukai lawan jenis dan tidak mengganti alat kelamin adalah “benar” maka apa yang dilakukan Gay, Lesbi dan Transgender adalah “salah”, tanpa mau berusaha melihat sesuatu dari sudut pandang yang lain, padahal salah atau benar sesuatu itu adalah relatif. Gay, Lesbi atau Transgender dianggap salah oleh masyarakat umum hanya karena mereka tidak sama seperti masyarakat pada umumnya “not similar to me”.

Gay, Lesbi dan Transgender adalah realitas yang terjadi dalam kehidupan di masyarakat, mereka ada dan ikut mengisi kisi-kisi hidup dengan caranya masing-masing, mereka hadir sebagai politikus, artis, designer, pelajar bahkan rohaniawan. Mereka ada bukan hanya dalam masyarakat modern tapi juga ada dalam masyarakat yang masih memegang tradisi, kesenian tradisonal wayang orang dari Jawa Tengah tokoh laki-laki seperti Arjuna sering kali diperankan oleh perempuan (transgender), atau dimasa lalu untuk menambah kekuatan ‘’kelaki-lakiannya” seorang Warok Ponorogo memelihara “gemblak” (laki-laki yang masih remaja) untuk praktek homosexualitas-nya, lihat juga dalam kisah pewayangan “Sri Kandi” adalah tokoh Transgender, karena rohnya adalah jiwa dewi amba yang reinkarnasi dan terkurung dalam raga laki-laki agar dapat membalas dendam terhadap Bisma (kakek dari pandawa lima).

Lalu timbul sebuah pertanyaan, apakah Gay, Lesbi dan Transgender adalah sebuah “penyakit” yang dapat disembuhkan dan dapat ditularkan? Para ahli sepakat bahwa itu bukanlah penyakit tapi sudah bawaan sejak lahir, kalau memang itu bawaan sejak lahir berarti kaum Gay, Lesbi dan Transgender tidak dapat dipersalahkan, karena kalau mereka dapat memilih pastilah mereka tidak ingin seperti itu.

Tulisan ini bukanlah untuk mengajak masyarakat yang ber-Tuhan untuk menjadi Atheis atau Agnostik dan bukan pula  untuk mengajak masyarakat yang orientasi seksualnya terhadap lawan jenis menjadi seorang Gay, Lesbi atau Transgender, tulisan ini sama sekali bukan untuk merubah nilai dan norma-norma yang sudah tertanam dalam masyarakat. 

Tuhan menciptakan alam semesta dan isinya ini dengan bentuk, warna, rasa, sifat, ukuran, dll yang berbeda, dan itu tidak mungkin kita pungkiri, karena memang begitulah realitanya, mengapa Tuhan menciptakan sesuatu itu dengan berbeda? agar segala sesuatunya bisa saling mengisi, melengkapi dan yang satu bisa menjadi tolak ukur untuk yang lainnya.

Bumi tidak hanya terdiri dari daratan tapi juga lautan, warna ada hitam ada putih, rasa bisa manis bisa juga pahit begitu juga dengan sifat, ukuran, dll pastilah segalanya serba berberbeda.

Begitu juga dalam kehidupan manusia tentunya tidak semua sama, ada yang berkulit hitam tentunya ada kulit putih, ada yang ukuran tubuhnya tinggi ada juga yang pendek, begitu juga dengan sifat manusia, pemarah dan penyabar adalah sifat yang biasa kita temui dalam keseharian kita.

Selain menciptakan sesuatu dengan “kontras” Tuhan juga menciptakan ruang abu-abu yang disisipkan diantara hitam dan putih, bumi terdiri dari daratan dan lautan tapi ada unsur pantai ditengah-tengahnya yang mempunyai sifat keduanya, begitu juga dengan suhu tidaklah harus selalu panas atau dingin karena suhu hangatpun juga hadir sebagai perpaduan dari keduanya. Semua memainkan perannya masing-masing, dan hendaknya tidaklah saling bersinggungan seperti planet-planet dengan ukuran dan kecepatan yang berbeda berjalan sesuai porosnya memutari matahari.

Segala perbedaan yang Tuhan ciptakan sungguh ada dan begitulah realitanya, sangatlah tidak bijak bila kita tidak bisa melihat dan menerima perbedaan itu dengan lapang dada, hati yang bersih dan pikiran yang jernih, naif rasanya bila kita berpikiran untuk kontra atau anti pati terhadap orang, pihak, atau golongan tertentu yang berbeda dan tidak “sejiwa” dengan kita.

1 komentar:

  1. mhm...nice article...n aq setuju sekali dengan tulisan ini....perbedaan memang sudah ada sejak bahkan adam dan hawa turun ke dunia ini...dan ini masalah pilihan manusia yang kita semua tidak bisa ikut campur memutuskan terlepas itu masalahnya berhubungan dengan agama...agama adalah urusan manusia dengan Tuhan dan ini tidak ada urusannya dengan sesama...untuk pilihan ini aq pikir tidak merugikan sesama so why have to worried...hey...this is reality hidup adalah pilihan dan mereka yang sudah memilih pasti juga punya alasan sendiri untuk pilihannya...
    jangan memandang masalah dari hanya sebesar lubang sedotan tapi lihatlah masalah secara global dan pikiran terbuka...

    BalasHapus