Kalau kita bicara mengenai negara yang ada di Asia yang menjadi tempat singgah (transit) negara-negara lain di dunia pasti jawabannya Singapore, itu karena Singapore mempunyai posisi strategis secara geografis untuk menjadi jalur utama yang dilewati kapal-kapal dagang yang melintas/singgah dari negara-negara di asia termasuk Indonesia ke Negara-negara diluar Asia seperti Eropa, Amerika, Afrika dll, begitu juga sebaliknya, karena Singapore sudah lama sekali menjadi Negara Berpelabuhan Internasional (BPI).
Posisi ini tentu saja sangat menguntungkan Singapore, menjadi negara yang merupakan pelabuhan singgah (transit) internasional membuat Singapore maju secara ekonomi, hingga mudah sekali bagi pihak pemerintah Singapore untuk mengundang investor asing datang ke negaranya, kemajuan yang diperoleh Singapore karena posisi strategis negaranya bukan hanya dibidang ekonomi, tapi juga diikuti oleh bidang-bidang lainnya seperti pariwisata (wisata belanja), pendidikan, dan kesehatan, hingga Singapore mampu melesat menjadi negara maju (Developed Country) yang diperhitungan.
Singapore yang dulunya bernama “temasek” adalah negara yang penduduknya sangat toleran terhadap berbagai jenis perbedaan, bervariasinya suku bangsa, adat, agama di Singapore tidaklah menjadikan sebuah kesenjangan sosial (Social Gap) antar penduduknya.
Kemajuan yang telah diraih Singapore tentu saja membuat iri negara-negara disekitarnya terutama Malaysia, hingga malaysiapun berpikir bagaimana caranya menjadikan Malaysia negara yang menjadi tujuan singgah (transit) dari negara-negara dunia. Lalu dicanangkanlah program Visit Malaysia Year dengan slogan “Malaysia is TRULY ASIA”.
Malaysia sangat berkeinginan agar negaranya dikunjungi bangsa-bangsa di dunia terutama dalam bidang pariwisata (karena tidak mungkin dalam bidang transportasi dan perdagangan), Malaysia ingin agar para wisatawan asing tidak perlu repot-repot mengunjungi negara-negara di Asia (seperi: China, Thailand, India, Bruney, Jepang dll) cukuplah hanya dengan berkunjung ke Malaysia. Itu yang dimaksud dengan “Malaysia is TRULY ASIA”, (keinginan ini sudah dirancang sejak dulu).
Perlahan tapi pasti Malaysia mulai mengumpulkan berbagai seni & budaya yang ada di Asia untuk menjadi bagian dari seni & budayanya, mulailah didirikan perkampungan China, perkampungan India, berbagai pusat seni & budaya Jepang, dll termasuk seni & budaya Indonesia.
Untuk mewujudkan Malaysia is TRULY ASIA mulailah dilakukan aksi pengklaiman terhadap seni & budaya negara-negara di Asia, bukan hanya pengklaiman terhadap seni & budaya Indonesia saja tapi juga terhadap seni & budaya negara lain, salah satunya kesenian barongsai dari China yang memang sudah mendunia.
Malaysia memang negara yang sangat miskin dengan seni & budaya, hingga nekad mengklaim seni & budaya Indonesia, seperti Angklung, Batik, Reog Ponorogo, dll
Lalu darimana Malaysia mendapatkan itu semua?
ANGKLUNG.....Banyak sekali pertukarang pelajar (student exchange) dengan biaya yang ditanggung pemerintah (scholarship), antara Malaysia dan Indonesia. Para pelajar dari Malaysia mendapat kesempatan untuk belajar dan mengenal seni & budaya Indonesia di antaranya Angklung, kesenian yang berasal dari Jawa Barat, para pelajar Malaysiapun dengan leluasa belajar bagaimana caranya memainkan angklung, setelah kembali ke Negaranya mereka mulai mengembangkan kesenian angklung dan mengimpor Angklung dari Jawa barat, lalu merubah nama angklung menjadi “Malay Bamboo” agar terkesan berasal dari Malaysia.
Batik.....sejak dulu Malaysia tidak mempunyai pakaian atau kain yang bermotif batik, awalnya Malaysia membeli batik dari Jogja, Solo dan Pekalongan, lalu setelah dibuka jalur penerbangan Kualalumpur-Bandung, orang-orang Malaysia banyak berkunjung ke Bandung khususnya Pasar Baru (Jl. Otto Iskandar Dinata), orang-orang Malaysia tersebut banyak yang memborong Batik dengan harga glosiran untuk disebarkan lagi di Malaysia, hingga bertransaksi menggunakan “Ringgit” menjadi hal yang lumrah di Pasar Baru dan untuk menutupi kecurangannya mulailah pemerintah Malaysia mendirikan UKM (Usaha Kecil Menengah) dengan para pengrajin yang mengkhususkan diri membuat batik secara “cap’” (print) dengan menggunakan tenaga pekerja dari Indonesia (TKI).
REOG PONOROGO.....penelusuran panjang setelah terjadinya pengklaiman terhadap kesenian ini, dimana pemerintah Malaysia dengan sengaja memasangkan kesenian Reog Ponorogo di websitenya (tujuannya untuk promosi wisata) sampailah pada suatu tempat di sebuah perkebunan kelapa sawit di Malysia, dimana banyak sekali pekerja-pekerja dari Indonesia terutama dari Jawa yang berkerja secara turun temurun (diantara TKI tsb banyak sekali yang Illegal), kerinduan akan tanah airnya dan tidak adanya hiburan membuat para TKI asal Jawa tsb mulai menghibur diri dengan berkesenian yang berasal dari daerahnya (ponorogo), keadaan ini tidak disia-siakan oleh pemerintah Malaysia dan mengklaim bahwa kesenian tsb ada dan berasal dari Malaysia, padahal sampai saat ini tidak ada satupun orang Malaysia yang mampu membuat peralatan Tari Reog Ponorogo, apalagi sampai mengangkat Topeng Singo Barong (beratnya ± 50 - 80 kg) dengan menggunakan gigi. Agar kesenian Reog Ponorogo terkesan berasal dari Malaysia, pemerintah Malaysiapun mengganti nama Reog Ponorogo (Ponorogo indentik dengan nama daerah di Jawa Timur) dengan nama “BARONGAN”.
Itulah sekelumit aksi menghalalkan segala cara yang dilakukan Malaysia agar menjadi TRULY ASIA,
Lalu bagaimana dengan tindakan pemerintah Indonesia yang tidak pernah melakukan tindakan pencegahan (preventive) agar Seni & Budaya kita tidak diklaim negara lain terutama Malaysia?
Seharusnya pemerintah segera membuat daftar dan mengupayakan hak patent-nya agar pengklaiman terhadap seni & budaya tidak pernah terjadi lagi di kemudian hari, lalu mendaftarkannya ke UNESCO (Badan PBB untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Budaya) agar seni & budaya tersebut menjadi Warisan Budaya Dunia (The Intangible Cultural Heritage of Humanity), karena dari sekian banyak seni & budaya Indonesia hanya beberapa saja yang telah mendapatkan pengakuan dari UNESCO diantaranya: Wayang, Keris, Batik, dan Angklung.
0 komentar:
Posting Komentar