Please ENJOY

Selasa, 09 November 2010

DENNY anak gelandangan

Berteduh....itu yang ada dalam pikiranku saat hujan yang tadinya gerimis mulai lebat disertai petir yang memekakan telinga, pertokoan yang tadi siang ramai mulai tutup satu persatu, rasa dingin yang menggigit tulang-tulangku membuatku memilih untuk tetap berteduh, mobil-mobil yang lalu lalang, pijar lampu jalan, dan genangan air menambah rasa hampa di hatiku.

Berteduh dan terus berteduh sambil memeluk tas laptopku, aku peluk dan terus ku peluk, kekhawatiran mulai menyerang akal sehatku saat seorang remaja kumal mencoba mendekatiku, celana jeans bolong di lutut, sandal jepit yang beda warna dan topi berwarna coklat yang kelihatan lapuk membuatku berpikir kalau si remaja kumal itu gelandangan atau orang gila.

Aku mulai apriori, tangan ku kepalkan aku harus ambil tindakan preventif sebelum si pemuda kumal merampas tas laptopku,  “minum kang....?” tanya si pemuda sambil menyodorkan air mineral dalam kemasan botol.


oh...gak, makasih” jawabku, “God, thanks ternyata dia gak seperti dalam pikiranku” gumanku dalam hati.

Jarum jam terus berputar mengikuti irama rintik hujan yang tak kunjung reda, emperan toko tempatku berteduh semakin terasa gak nyaman apalagi saat kulihat waktu sudah menunjukan pukul 1100 malam, si remaja kumal mulai menggeserkan posisi duduknya mendekatiku, lalu akupun segera berusaha menjauh, aku memang selalu bersikap hati-hati terhadap orang asing yang gak jelas asal usulnya.

“Saya Denny..” si remaja memulai percakapan sambil menyodorkan tangannya mengajakku bersalaman.

“Oh...iyah” aku hanya mengangguk tanpa mau bersalaman dengannya. Buatku gak penting siapa nama remaja kumal itu, toh aku juga gak mau berkawan dengan seorang gelandangan, “sangat tidak penting...

Saya biasa tidur di emperan ini, sudah enam tahun” Denny memulai percakapan.

Aku hanya diam dan mencoba tersenyum, malas rasanya ngobrol dengan seorang gelandangan, tapi aku tetep mendengarkan kata demi kata yang meluncur dari mulut Denny, hingga akhirnya hujan reda dan aku bergegas pergi meninggalkan Denny tanpa pamit.

Kesibukanku beraktifitas membuatku tidak merasa bahwa sudah enam bulan aku lewati semenjak aku bertemu Denny di emperan toko, aku terlena dengan berbagai aktifitas yang aku jalani, bekerja, mengisi seminar, ikut bagian dari pagelaran seni budaya, dan sekali-kali refreshing “...hidup itu harus hidup jangan hanya sekedar hidup...” itulah yang memotifasiku untuk terus bergerak memacu pikiran dan energi, masa muda adalah masa dimana kita melakukan hal-hal positif, sayang sekali bila waktu yang kita miliki disia-siakan begitu saja.

Setengah berlari aku keluar dari gedung pertunjukan, berkejaran berlomba keluar gedung semoga tidak tergencet penonton yang lainnya, mereka anak-anak funk yang berdandan serba aneh, kostum mereka malah ada yang menyerupai kostum haloween di Amerika. Saat itu saat dimana salah satu group band yang beraliran funk launching album pertamanya berlabel indie.

Aku stop taksi dan meminta sopir langsung meluncur ke rumahku, di dalam taksi baru aku tersadar “Oh....God! dompetku hilang” aku raba kantong belakang celanaku, gak ada dompet disana, apa mungkin dicopet saat aku berdesakan antri ticket? atau terjatuh tanpa sengaja saat aku membeli snack di kios pinggir jalan? atau mungkin tertinggal di dalam gedung pertunjukan? tanya demi tanya terus menghantuiku, hingga aku tidak bisa tidur semalaman, bagai mana tidak di dalam dompet itu tersimpan, KTP, SIM, STNK, ATM beberapa lembar uang dan lainnya yang aku anggap berharga.

Keesokan harinya, selesai sarapan akupun bergegas hendak pergi ke kantor tempatku kerja, ketika tiba-tiba seorang remaja kumal menghadangku di depan pintu pagar rumah, “nih...” sambil mengasongkan dompet kulit berwarna hitam, dompet yang kemaren hilang saat aku nonton pagelaran musik beraliran funk.

Terbelalak mataku dibuatnya, aku hampir tidak percaya dengan apa yang aku lihat, langsung ku sambar dompet kulit hitam milikku dari tangan si remaja kumal, aku buka, aku periksa isinya satu persatu,...tidak ada yang hilang, isinya masih tetap utuh, KTP, SIM, STNK, ATM, beberapa lembar uang dan lainnya, semua masih utuh, kuambil dua lembar uang lima puluh ribuan dan kuberikan, aku kaget ketika si remaja kumal itu tak mau mengambil lembaran uang yang aku berikan, dia hanya menggeleng sambil terus memandangku, “saya bisa datang mengembalikan dompet ini setelah sebelumnya melihat alamat Akang dari KTP yang ada di dalamnya” ujar si remaja kumal sambil berlalu meninggalkanku.

Aku kejar.., lalu aku tambah satu lembar uang lima puluh ribuan hingga totalnya menjadi tiga lembar, tapi si remaja tetap menolaknya, sambil terus berjalan menghindariku, aku tak mau menyerah, aku paksa si remaja kumal untuk menerima lembaran uang yang aku berikan, dia tetap menolak dan terus berlalu meninggalkanku, aku kaget dan kebingungan melihat si remaja kumal yang tak mau menerima uang pemberianku, padahal aku lihat wajahnya begitu letih, begitu lusuh dan berkeringat, tapi aku lebih kaget lagi ketika aku sadar bahwa si remaja kumal itu adalah Denny, seorang remaja dengan celana jeans bolong di lutut, sandal jepit yang beda warna dan topi berwarna coklat yang kelihatan lapuk, yang pernah bertemu denganku saat aku berteduh diemperan toko, seorang remaja kumal yang jabatan tangannya tak ku balas saat mengajakku berkenalan.

2 komentar:

  1. Dari jaman batu sampai jaman android seperti saat ini manusia masih saja selalu,selalu dan selalu tertipu dengan penampilan,pakaian necis identik dengan orang baik begitu juga dengan pakaian lusuh adalah seragam para bajingan tengik,tapi kenyataan lebih banyak berkata sebaliknya,dibalik pakaian necis banyak tersimpan hati yang busuk sedang dibalik pakaian kumal sering kita temukan hati yang bersih.demang

    BalasHapus
  2. don't judge book by the cover
    kata2 ini emang cocok dengan realita dimana kita manusia selalu melihat sesuatu dari luarnya saja dan harus diakui bahwa aq pun terkadang begitu but sometimes they make us shock...apa yg kita pikir terkadang berbanding terbalik. penampilan yang dipikir sangat terhormat dan tak mungkin melakukan sesuatu yang negatif dibandingkan dengan yang penampilannya memang negatif ternyata lebih parah perbuatannya dibandingkan orang yang urakan sekalipun...

    BalasHapus