Please ENJOY

Senin, 31 Oktober 2011

Jangan Panggil Aku Dono !

Cerita ini berawal ketika aku masih duduk di kelas 4 SD, layaknya anak-anak kecil, akupun bergaul tanpa pilih-pilih teman, suka duka dalam pergaulan masa kecilku aku rasakan dan aku ingat hingga saat ini, bercanda, tertawa, saling ejek adalah hal yang biasa kami lakukan.


Diantara teman-teman sekolahku semasa SD dulu, ada dua orang teman yang suka mengejekku dengan memanggil Dono, mereka itu Herman Mariadi (Herman) dan Ahmad Sofian (Fian) meskipun mereka mengejekku dalam koridor bercanda, sejujurnya aku paling benci dan gak suka kalau dipanggil Dono, tapi akupun tidak bisa menyalahkan Herman dan Fian, mereka mengejeku dengan panggilan Dono karena bentuk gigiku yang Off Set alias orongoh, alias ngohngor, alias gino, alias..…,alias…..,alias…..dan banyak lagi alias, kadang aku gak ngerti dengan bentuk mukaku yang “kurang beruntung” itu, kalau orang lain yang mancung hidungnya, kalau aku yang mancung malah giginya, mirip banget dengan si Dono “WARKOP”, sungguh…diantara semua teman-teman SD-ku hanya gigiku yang bentuknya “nyeleneh” kalau yang lain rapih-rapih, cakep, gak ada satupun gigi temen-temenku yang doyan nongkrong diluar ampe kering kecuali gigiku.


Saat Herman dan Fian mengejekku, biasanya aku balas mengejek atau kadang-kadang aku pura-pura gak denger, aku tidak pernah memperlihatan ketidak sukaanku terhadap ejekan itu, aku tetep happy dan percaya diri (meskipun dalam hati…ngik ngik ngik…nangis)

Banyak sekali cerita lucu tentang gigiku yang “kurang asem itu” itu, diantaranya saat aku main bola bersama teman-teman kecilku, mereka itu adalah tetanggaku, usianya gak beda jauh denganku, aku main bola bukan di lapangan tapi di sebuah Gang yang waktu itu agak sepi (Jl. Ancol Timur IX) menggunakan bola plastik, aku masih ingat saat bola platik melambung tinggi, aku dan temanku si “Ujang Hayam” (nama aslinya Hendarsyah, tapi karena bapaknya penjual ayam yang sukses, maka dia dipanggil Ujang Hayam) berebutan bola, sambil main bola mulutku mangap terus, gigiku gak mau kalah ikut mejeng diluar seolah ingin menyaksikan permainan bola kami, lalu tiba-tiba si Ujang Hayam berusaha meng-headen bola yang sedang melambung tinggi, bola meleset gak berhasil diheaden si Ujang tapi malah mukaku yang kena s’ruduk, hasilnya kepala si Ujang langsung berdarah, banyak sekali, kalau istilah sundanya “awor-aworan getih” terkena gigiku, pasti rasanya seperti kena sabetan parang, permainan bolapun usai, belum ada pemenangnya tapi langsung dihentikan karena kepala si Ujang Hayam terluka terkena gigiku.

Memasuki usia remaja, saat aku duduk di kelas 3 SMP, akupun punya pacar..hehehe...pacar pertamaku, orangnya cantik banget, namanya Sarah Rosmarlina, layaknya orang pacaran sering kali kami jalan bareng saat pulang sekolah.

Suatu ketika saat aku dan Sarah jalan bareng, kami diganggu oleh seorang anak berandalan yang tinggal disekitar sekolahku, namanya Roni, anaknya bengal banget, Roni sering kali mengganggu kami dan yang jadi sasarannya bukan aku tapi pacarku yang cantik Sarah Rosmarlina, lama kelamaan akupun menjadi jengkel, lalu terjadilah keributan, aku dan Roni berantem, tapi badanku yang kurus dan kecil gak mampu melawan serangannya Roni yang tinggi dan gemuk, aku terdesak, Roni mencekik leherku hingga aku sulit bernapas, sesak sekali, tiba-tiba aku ingat dengan gigiku yang seperti parang itu, aku gigit tangan si Roni, Roni menjerit kesakitan, berusaha melepaskan tangannya dari gigitanku, tapi gigitanku seperti gigitan anjing Pitbull sulit sekali dilepaskan, sampai akhirnya orang-orang yang kebetulan ada disekitar itu berusaha melerai, perkelahian berhasil dipisahkan, aku lihat si bengal Roni meringis kesakitan, tangannya berdarah, saat itulah aku sadar dalam suasana genting, betapa bergunanya gigiku.

Memasuki SMA, mukaku semakin gak karuan, hitam, penuh jerawat dan gigiku semakin eksis saja nongkrong di luar mulut, tapi saat itu bukan lagi masalah besar karena temen sekelasku si Marusaha tambunan mempunyai gigi yang jauh lebih eksis nongkrong di luar mulut, bila dibandingkan dengan giginya si Marusaha gigiku gak ada apa-apanya, dan ini membuatku semakin yakin berani tampil percaya diri.

Setelah lulus sekolah, aku mulai bekerja di Jl. Kebon Bibit daerah Dago, aku kerja di tengah kota, setiap pagi setelah turun dari angkot aku menuju kantor dilanjutkan dengan berjalan kaki, aku harus melewati pemukiman penduduk yang cukup padat, disana banyak sekali rumah kost tempatnya para mahasisawa ITB, UNPAS, UNISBA tinggal, ketika melewati mereka, sering kali para mahasisa itu berteriak memanggilku “Onky Alexander…Onky Alexander”…hmmm…aku senang dengan panggilan itu, dan saat kubalas panggilan mereka dengan senyumanku,…lalu mereka bertanya sambil teriak “mana temen-temen yang lainnya Indro dan Kasino?”.....Oh My Ghost…..

(to be continued..."Baca: The Metamorphosis of Me)

0 komentar:

Posting Komentar