Di tempat inilah dulu aku mengalami tabrak lari |
Tidak semua pengalaman yang pernah aku lewati menyenangkan, kalau ada suka pastilah ada duka, dinamika hidup berputar layaknya roda pedati.
Pertengahan 2004 adalah masa yang berat bagiku, sepulah hari setelah aku merayakan Ulang Tahunku, matahari begitu terik, penat rasanya menjalani hidup, entah kenapa tiba-tiba aku berfirasat buruk, aku merasa akan terjadi sesuatu yang tidak diharapkan, tapi hidup tetep harus dijalani, aktifitas tidak boleh terhenti….di tengah kota, di jalan raya, dibawah teriknya matahari yang menyengat siang itu, ku hentikan Motor Honda Tiger yang aku tumpangi karena tiba-tiba lampu warna merah dari Traffic Light menyala…ku diam sejenak, namum tiba-tiba dari belakang sebuah Truck Tronton melaju kencang dari belakang, menerobos lampu merah, menabrakku yang sedang berhenti….akupun terjatuh, tapi truck itu tak mau menghentikan lajunya, motorku habis tergilas, tangan kananku bukan hanya patah tapi hancur ikut tergilas juga, aku tak bisa berbuat apa-apa selain menatap bagian belakang truck yang terus melaju kencang meninggalkan ku yang terkapar dipinggiran jalan, dipersimpangan tepat dibawah “PATUNG IKAN” di Jalan Muhamad Ramdan.
Aku masih tersadar, aku berusaha minta pertolongan, namun tak satupun orang yang menolongku, beberapa angkot, mobil-mobil, dan pengguna jalan lainnya tak satupun yang mau berhenti untuk sejenak menolongku, hingga akhirnya munculah beberapa pengamen, pedagang asongan, penjual Koran yang biasa mencari recehan disekitar jalan itu datang dan menolongku, bahkan diantara mereka berusaha mengejar truck tronton yang kabur melarikan diri,…aku mengalami tabrak lari saat itu.
Pertengahan tahun 2004, hari Jum’at tepat pukul 1:00 siang sepuluh hari setelah aku merayakan ulang tahunku, adalah hari yang naas bagiku,..15 menit setelah kejadian barulah mobil polisi datang membawaku ke Rumah Sakit Polri Sartika Asih, aku masih ingat saat aku dibaringkan di mobil “KUDA” milik polisi, dan aku juga ingat betul ketika aku mengaduh menahan betapa sakitnya karena tanganku hancur tergilas, salah seorang dari polisi dengan teganya mengambil jam tangan Original Seiko Kinetik-ku tanpa sedikitpun ada perasaan iba terhadapku.
Tiba di RS. Polri Sartika Asih, aku hanya dibaringkan begitu saja tanpa ada sedikitpun penangan, lalu tiba-tiba muncul seorang perawat perempuan dengan muka yang penuh jerawat, rambut keriting, gigi agak tonggos dan bibir tebal menanyakan apakah aku punya uang 30 ribu, kalau punya aku akan disuntik obat penenang untuk menghilangkan stress, setelah ku jawab “YA”, lalu perawat itu mengambil uang dari dompet yang kusimpan di kantong belakang celanaku,…
Satu jam setelah kejadian, barulah keluargaku datang, malahan temen-temen kantorku juga ada yang datang, “Anie, Ida, Apsoro, Dian Damayanti” aku takkan pernah melupakan solidaritas kalian yang datang menengokku saat itu juga, kebaikan kalian tetap akan aku ingat sampai kapanpun juga, dan aku yakin Tuhan pasti akan membalas kebaikan kalian semua…amiiinnn….
Pukul 8:30 malam barulah Dokter dari Rumah Sakit “Halmahera” Rumah Sakit khusus tulang datang, setelah memeriksa keadaan tanganku, diputuskan kalau aku harus mejalani operasi, tapi bukan dipasang “pen” penyangga tulang patah melainkan diamputasi, karena tangan kananku bukan patah tapi hancur, operasi itupun harus dilakukan dua hari kemudian tepatnya hari senin….aku langsung terperangah…”heyyy modar aku……heyy modar aku”..... aku gak mau diamputasi, menahan rasa sakit dalam hitungan jam saja aku dah gak kuat apalagi kalau harus menunggu tiga hari lagi untuk amputasi…..
Jarumnya jam terus berputar, hingga menunjukan pukul 1:00 dini hari, barulah keluargaku memutuskan untuk membawaku keluar dari Rumah Sakit “butut” itu, membawaku berobat ke alternative ahli patah tulang tradisional.
Hari Jum’at pukul 1:00 siang – Kamis pukul 1:00 dini hari: …..12 Jam Aku Menderita, 12 jam yang menyadarkan ku bahwa antara hidup dan mati hanya dibatasi oleh lapisan tipis setipis kulit ari. Dalam rentang waktu 12 jam sopir truck dan polisi menunjukan peringai kebinatangannya, Dokter dan Perawat menunjukan ketidak Profesionalannya, orang-orang yang selama ini termarjinalkan seperti Pengamen, Pedagang asongan, Penjual Koran yang biasa mencari recehan disekitar jalan menunjukan sisi kemanusiaannya, sodara-sodaraku menunjukan sisi kekeluargaannya, dan teman-temanku “Anie, Ida, Apsoro, Dian Damayanti” menujukan sisi solidaritasnya.
12 Jam Aku Menderita, 12 Jam Yang Penuh Makna, 12 Jam yang Penuh Hikmah untuk kupetik.
0 komentar:
Posting Komentar