Sepertinya bukanlah hal yang
istimewa apabila saya mengisi week end
dengan hal yang tidak seperti biasanya saya lakukan, menghabiskan waktu untuk
sekedar berefreshing adalah sesuatu yang lumrah biasa orang lakukan, terlebih week end adalah hari off kerja, jadi sayang apabila dilewati
begitu saja tanpa adanya aktifitas penyegeran setelah seminggu sibuk berkerja,
namun yang menjadi istimewa adalah rencana untuk mengunjungi pertunjukan seni
tradisional di Saung Angklung Udjo di Jalan Padasuka.
Sebenarnya Saung Angklung Udjo bukanlah hal yang baru bagi saya secara pribadi, karena sedari kecil saya sudah terbiasa dengan tempat tujuan wisata seni budaya ini, namun seiring berjalannya waktu dan kesibukan saya bekerja, membuat saya jarang berkunjung ke tempat ini, Saung Angklung Udjo mengalami perkembangan yang cepat, berbeda dengan beberapa tahun yang lalu ketika saya masih kecil, sekarang Saung Angklung Udjo jauh lebih maju, tempat pentas yang tertata rapi, toko kerajinan khas daerah Padasuka yang lumayan kumplit, adanya loket tempat penjualan ticket, hingga keberadaan toilet di luar dan di dalam tempat pertunjukan, tetapi yang lebih penting dari itu semua adalah keberhasilan pihak management Saung Angklung Udjo dalam meregenerasi para senimannya.
Tepat pkl: 9:30 pagi saya sudah
ada di lokasi pertunjukan, sengaja hari itu saya datang pagi karena akan ada
pertunjukan angklung dimulai pukul 10:00, bersamaan dengan kedatangan saya,
datang pula dua bis dari rombongan yang berbeda, mereka datang dibawa oleh agen
pariwisata.
Pertunjukan dimulai dengan
kesederhanaan yang bersahaja, pertunjukan demontrasi wayang golek sebagai pembuka, pertunjukan ini
hanya sebagai pengenalan akan seni wayang golek yang saat ini sudah jarang
sekali dipentaskan, meskipun durasi pertunjukan ini tidak selama pertunjukan
wayang golek yang sesungguhnya, yang menghabiskan waktu hingga tujuh jam, dan
jalan cerita Mahabarata yang “runut”, pertunjukan demontrasi wayang golek tidak lebih dari sekedar
peragaan bagaimana sebuah wayang digerakan, namun tetap terselip sedikit pesan
moral didalamnya.
Usai demontrasi wayang golek,
disusul dengan kemunculan tiga penari cilik yang menarikan tari kuda lumping,
lucu sekali mereka itu, masih kecil tapi sudah mempunyai kepercayaan diri yang
full dan jiwa senin yang sudah terlihat melekat pada dirinya, gerakan tariannya
sangat sederhana, namun justru dari kesederhanaan itulah yang menjadi daya tarik
ketiga bocah penari itu, saya sangat terhibur dengan apa yang mereka tampilkan,
diantara gerakan tarian mereka jelas terlihat keluguan dari ketiga bocah
itu.... luar biasa.
Ketiga bocah berlalu, namun tidak
begitu lama mereka muncul kembali, dengan membawa rombongan, mereka menggelar
upacara adat “Helaran” , upacara yang biasa digelar sebagai rasa syukur atas
karunia dan berkah serta kebahagiaan yang diperoleh, biasanya upacara Helaran
digelar sebagai hiburan untuk khitanan
atau setelah mendapatkan hasil panen yang berlimpah.
Selain Helaran ditampilkan juga
Tari Topeng Priangan, tarian ini sebenarnya diadaptasi dari Tari Topeng
Cirebon, saat itu para penari menggunakan Topeng Klana, Topeng dengan watak
paling gagah diatara kelima watak topeng.
Permaian angklung menjadi acara
selanjutnya yang paling ditunggu penonton, dari mulai angklung orchestra atau
sering juga disebut angklung toel, karena cara mainnya yang ditoel (dicolek),
atau bermain angklung bersama.
Menyimak satu demi satu
pertunjukan yang digelar atau memetik pelajaran dari keberhasilan Saung
Angklung Udjo dalam meregenerasi senimannya, juga kebertahanan seni tradisional
yang mereka miliki diantara gempuran seni kontemporer atau seni ngePop yang
banyak diminati generasai muda saat ini, Saung Angklung Udjo patut diapresiasi,
itu semua pastilah berkat kegigihan para penggiat seni di dalamnya, juga karena
angklung berimprovisasi dalam hal nada dari Pentatonis (da, mi, na, ti, la)
menjadi Diatonis (do, re, mi, fa, so, la, si) hingga pada akhirnya angklung
bisa masuk kedalam seni pertunjukan kontemporer dan bisa mengiringi berbagai
jenis lagu apapun juga.
Saung Angklung Udjo akan terus
bertahan selama para penggiat seni didalamnya terus berimprovisasi seiring
dengan perkembangan jaman tanpa meninggalkan ciri khas yang selama ini indentik
dan menjadi kekuatan dari Saung Angklung Udjo.
Lalu akan kemanakah nantinya
anak-anak lucu dan kreatif yang sekarang ini menjadi seniman cilik di Saung
Angklung Udjo, akankah mereka terus menggelar pertunjukan yang selama ini
mereka lakukan hingga mereka dewasa? Ataukah kelak mereka akan membuka Saung
Angkung Udjo yang lain di tempat yang berbeda ? ataukah kelak mereka akan
meninggalkan semua aktifitas berkesenian dan menganggap pertunjukan hari ini
sebagai permainan masa kecil yang nantinya akan mereka tinggalkan saat mereka
dewasa?
Kesenian tradisional seperti
Angklung akan tetap bertahan selama penggiatnya masih ada, dan mereka terus
meregenerasi senimannya dengan berbagai inovasi dan improvisasi agar dapat
selaras dengan perkembangan jaman.
Sepuluh tahun lagi atau duapuluh
tahun lagi, apabila Tuhan masih memberikan saya kesempatan untuk berkunjung ke
daerah Padasuka, semoga saya masih bisa melihat Saung Angklung Udjo yang tetap
kokoh berdiri, dan semoga saya masih berkesempatan menyaksikan pagelaran
angklung dari generasi selanjutnya.
0 komentar:
Posting Komentar