Dikisahkan
dalam sebuah legenda lama di tatar sunda, Sangkuriang membabat pohon disebuah
bukit untuk membuat perahu yang dipersyaratkan Dayang Sumbi, hingga pohon-pohon
di gunung itu hanya tinggal tunggulnya saja, dan kini gunung itu dikenal dengan
nama Gunung Bukit Tunggul, namun seiring berjalannya waktu kata Bukit Tunggul
berubah menjadi Bukit Unggul.
Menyusuri jalanan yang menanjak dari arah Alun-alun Ujung Berung, terus naik melewati pasar tradisional yang sempit dan ramai ke arah utara, jalannya lumayan bagus dengan lapisan aspal yang dihotmix membuat siapa saja yang melewati jalan itu akan merasa nyaman, jalan yang saya lalui adalah jalan menanjak yang menghubungkan antara Ujung Berung dengan Lembang, saya menyusuri jalan ditemani iring-iringan para pencinta sepeda gunung yang tergabung dalam club NMB (Komunitas Nanjak Mudun ngaBoseh), mereka terdiri dari berbagai usia dan berasal dari berbagai wilayah, biasanya mereka datang secara rombongan meskipun banyak juga yang datang sendiri-sendiri, lalu di tengah perjalanan mereka berhenti di sebuah warung kecil, mereka beristirahat sambil menyiapkan tenaga untuk melanjutkan perjalanan menanjaknya, sedangkan sepedanya diparkir di samping warung yang seolah mereka jadikan basecamp. Selain di halaman warung, para goweser juga berkumpul di sebrang jalan, disana ada dataran yang agak naik, di tempat itulah para goweser menikmati segelas kopi dan berbagai macam gorengan, mereka duduk-duduk di atas kursi yang terbuat dari batang pohon sambil ngobrol tepat di bawah sepanduk yang bertuliskan PUNCAK PALALANGON.
Di
tempat peristirahatan itu para goweser bertemu dan berkumpul, di tempat itu
pula awalnya para goweser saling kenal satu dengan yang lainnya, mereka
beristirahat tidak lama sekitar 15 – 30 menit saja, setelah itu mereka
lanjut menggowes sepedanya terus menanjak menyusuri jalan setapak menembus
hutan pinus.
Meskipun
kondisi jalan cukup bagus, namun merupakan tantangan tersendiri bagi siapa saja
yang melewatinya, karena jalanan terus menanjak membuat para pencinta sepeda
gunung yang masih pemula harus beberapa kali beristirahat, apalagi setelah kita
melalui plang bertuliskan “Tanjakan Panjang”, sebuah tanjakan cukup panjang dan
mampu membuat lutut para goweser pemula menjadi “leklok”, tapi kita tidak perlu
berkecil hati, karena selama perjalanan, mata kita akan dimanjakan dengan
pemandangan hijau dari hutan pinus, dan hutan kina, juga indahnya pesawahan
warga yang ditanam diatas tanah berkontur yang membentuk terasering yang indah,
hingga para goweser menyebutnya “circle crop”. Sungguh luar biasa.
Dalam
perjalanan diantara hijaunya pohon pinus dan desiran angin pegunungan yang
sejuk, saya sempat berhenti sejenak untuk mengabadikan keindahan hijaunya hutan
dalam beberapa jepretan foto, saya benar-benar merasakan kedamaian yang membuat
hati saya merasa tenang, indahnya alam Gunung Bukit Tunggul mampu mencairkan
segala bentuk kepenatan hingga pikiran dan perasaan kembali fresh. Tidak ada
sedikitpun saya melihat lahan yang dibiarkan kosong, semuanya terisi oleh
hijaunya pepohonan, tanah di Gunung Bukit Tunggul sangatlah subur, itu bisa
terlihat dari hasil tanaman yang ditanam oleh para petani di sekitar tempat
itu.
Saya
melanjutkan perjalanan, menyusuri jalan menanjak di antara para goweser, hingga
hutan pinus terlewati sudah, dan mulai memasuki kawasan hutan kina, tepat
ditikungan saya melihat ada sedikit lahan terbuka, pemandangannya sangat bagus,
hingga sayapun berhenti kembali untuk mengabadikan keindahannya dalam beberapa
jepretan foto, tepat di depan papan yang bertuliskan WISATA KEBUN KINA BUKIT
UNGGUL (tulisannya Unggul bukan Tunggul).
Puas
dengan beberapa hasil jepretan foto, saya melanjutkan lagi perjalanan hingga
memasuki kawasan wisata yang saya tuju, di depan pintu gerbang saya membeli
ticket masuk seharga Rp. 5,000 (sangat murah), masuk ke dalam wisata hutan,
kita bisa memilih tempat yang ingin kita tuju, disana kita bisa melihat papan
penunjuk arah, dan saya memilih Situ Sangkuriang sebagai tempat yang pertama
saya kunjungi.
Situ
sangkuriang sangatlah sepi dari pengunjung, di pinggir lapangan parkir terdapat
warung cukup besar namun tutup, mungkin karena sepi pengunjung hingga warungnya
tidak laku dan tutup untuk selamanya.
Situ
sangkuriang bukanlah situ yang ukurannya sangat luas, tidak seluas Situ
Patengang di Ciwidey atau Situ Cileunca di pangalengan, namun di Situ
Sangkuriang inilah kita bisa merasakan sejuknya angin pegunungan dengan suasana
yang sangat sepi, di ujung situ terdapat bendungan irigasi, tidak jauh dari Situ
Sangkuriang terdapat Turbin Bedegul, tapi saya tidak sempat mengunjungi Turbin
Bedegul.
Setelah
beberapa lama menikmati indahnya Situ Sangkuriang, saya balik lagi dan menuju
ke arah Curug Batu Sangkur, namun sayangnya debet air curug tidak begitu
banyak, malahan cenderung kering meskipun saya datang di awal musim penghujan.
Dilokasi
Agrowisata yang dikelola oleh PTPN VIII juga terdapat pabrik pengolahan kina,
penangkaran rusa totol, rumah pohon, gedung serba guna, penginapan dan tempat
outbound. Namun lokasi agrowisata ini sepi pengunjung, mungkin karena akses
jalan menuju arah tempat ini tidak terlalu lebar dan agak susah bila dilalui
kendaraan roda empat, atau mungkin juga sepi karena kurangnya promosi, namum
keindahan Gunung Bukit Tunggul tetap saja mampu memikat hati para petualang,
pencinta sepeda gunung dan penikmat agrowisata.
Bagus banget gan tempat wisata indonesia nya ...
BalasHapus