Please ENJOY

Minggu, 04 Desember 2011

Amarah

Entah kenapa akhir-akhir ini sering sekali saya melihat orang-orang mengekspresikan kekecewaannya dengan cacian, makian, atau kekasaran-kekasaran yang sebenarnya tidak perlu terjadi, kita bisa lihat di media On Line betapa kasarnya masyarakat memaki saat mengomentari seorang public figure, baik itu politikus, olah ragawan atau artis, padahal si pencaci belum tentu lebih baik dari dia yang dicaci, sengaja saya sorot mengenai ini, karena saya rasa ini sudah menjadi masalah social, sebuah bahaya laten yang suatu saat bisa memporak porandakan tatanan sosial, etika pergaulan, dan kesopanan yang selama ini kita anut.


Tanpa disadari sebetulnya memendam amarah sama saja dengan memendam penyakit dalam diri kita, kecemasan, depresi, insomnia, adalah akibat sampingan dari amarah yang kita simpan dalam hati, sulit memang apabila kita ingin melupakan trauma masa lalu, dimana kita pernah atau sedang mengalami kejadian yang tidak kita inginkan hingga menyulut amarah kita, tapi keikhlasan, pasrah diri dan memaafkan adalah cara ampuh untuk meredam amarah atau malah menghilangkan amarah. Lepaskanlah amarah itu bebaskan diri kita dari hal-hal yang memberatkan hati dan fokuskanlah pikiran kita pada langkah positif yang akan kita jalani.

Derasnya arus informasi di jaman global seperti ini dimana segalanya serba mudah dan instan ternyata mempunyai sisi negatif  yang sama besarnya dengan manfaat positif, masyarakat tanpa adanya filterisasi dapat dengan mudah mengakses informasi-informasi salah yang justru dapat merusak moral dan etika, lalu terbawa dalam kehidupan sosial sehari-hari.

Saya tidak habis pikir ketika menyaksikan bagaimana seorang pimpinan perusahaan memarahi karyawannya dengan ucapan-ucapan kasar yang tidak layak diucapkan oleh seorang pimpinan yang berpendidikan tinggi, bukankan seharusnya antara pimpinan dan karyawannya bisa saling menghargai karena hubungan mereka adalah hubungan yang saling membutuhkan, sayapun sempat terheran-heran ketika orang tua memarahi anaknya dengan sebutan-sebutan yang tidak layak keluar dari mulut orang tua yang seharusnya dapat menjadi teladan buat anaknya "dengan alasan untuk mendidik", lebih jauh lagi coba kita saksikan acara debat politik di televisi, bagaimana para politikus (anggota dewan) yang diamanahkan rakyat saling debat, saling menjatuhkan, dan saling mencari-cari kelemahan lawan lalu tanpa rasa malu membangga-banggakan dirinya sendiri seolah dia adalah yang terbaik tanpa cela, “ironis sekali negeri ini”.

Lalu timbul pertanyaan, kemanakah ciri dari masyarakat Indonesia yang ramah tamah, santun dalam ucapan dan penuh toleransi yang dulu sering didengung-dengungkan oleh guru kita di sekolah? masih adakah sedikit saja nurani masyarakat untuk memanusiakan manusia dengan bersikap layaknya manusia? Masih mampukah para guru sekarang mengajarkan  prilaku yang baik kepada murid-muridnya dan para penceramah agama menanamkan apa yang tersurat dan tersirat dalam kitab suci kepada jemaat-jemaatnya?

Amarah adalah bisikan setan yang mengarah kepada keburukan dan dendam, setiap orang dan setiap jiwa punya amarah yang besar. namun, ada kesabaran yang berpahala besar ketika engkau mampu menahannya.

Memperbaiki sesuatu yang sudah terlanjur terjadi apalagi yang membudaya memang sulit, tapi kita bisa memulai kembali menanamkan moral dan etika yang “patut” dari diri kita sendiri, keluarga, orang-orang terdekat dan lingkungan dimana kita tinggal, Semoga bangsa ini akan selalu menjadi bangsa yang berbudi luhur.

0 komentar:

Posting Komentar