.... dan apa yang sudah lama
direncanakan akhirnya terwujud juga, tepat pkl 7:00 pagi, Sabtu 25 Juli hari
yang ditunggupun tiba, kami sudah bersiap memacu motor yang kami tumpang
berboncengan, melaju kearah selatan kota Bandung, 10 kilo meter telah kami
tempuh hingga akhirnya kami sampai juga di Banjaran, kota kecil dengan tumpahan
kendaraan yang memadati jalan berasapal, hingga seringkali menimbulkan
kemacetan yang parah, terutama disekitar pasar tradisional dan terminal,
angkot-angkot yang berumur tua, delman-delmam yang ditarik kuda, dan tukang
ojek motor berlomba mencari penumpang. Sungguh luar biasa aktifitas keseharian
masyarakat Banjaran, toko-toko dan mini market yang selalu dipadati pembeli
menunjukan bahwa aktifitas perekonomian masyarakat di Banjaran berputar sebagai
mana mestinya.
10 kilo meter telah kami tempuh,
tepat di ujung Banjaran kami belok kiri melalui jalan yang sedikit menanjak
namun beraspal sangat licin, jalanan cenderung bagus bebas dari lobang, motor
terus kami pacu kearah pangalengan, di tengah-tengah jalan kami dihadapkan pada
pertigaan, dan kami memilih belok mengambil jalan ke arah kiri, itu adalah arah
menuju Gunung Puntang, sedangkan apabila kami mengambil arah kanan, kami akan
sampai di Perkebunan Teh Malabar.
Jembatan Gantung sebagai akses jalan menuju Gunung Puntang |
Jarak yang kami tempuh dari
Banjaran ke Gunung Puntang sekitar 7 Kilo meter, total perjalanan yang kami
tempuh dari Bandung ke Gunung Puntang sekitar ± 17 kilo meter.
Untuk memulai memasuki kawasan
Gunung Puntang, kita harus berjalan melewati jembatan gantung, jembatan
sederhana namun begitu artistik, cocok dijadikan objek atau atau lokasi
pengambilan gambar bagi siapa saja yang hobi fotografi, dan kamipun
menyempatkan diri untuk berfoto disana.
Gunung Puntang bukanlah sekedar
tempat echo wisata atau camping ground tapi mengandung unsur sejarah di
dalamnya, karena dulu di lokasi ini berdiri pemancar radio yang menyebarkan
informasi mengenai perkembangan perang dunia ke II di Asia Tenggara. Hingga kini
pamancar radio yang dulu dikelola oleh kolonial belanda masih berdiri kokoh
meskipun hanya tersisa puing-puingnya saja. Selain itu di Gunung Puntang kita
juga dapat melihat gugusan tebing yang sangat indah di keliling oleh lebatnya
hutan yang menjadi tempat konservasi Owa Jawa, sungai yang mengalir deras
dengan airnya yang bening yang menjadi tepat favourit para wisatawan yang
berkunjung kesana.
Jembatan Gantung ini sangat cocok untuk dijadikan object foto |
Tidak seperti perjalan saya ke
Gunung Puntang 18 Tahun yang lalu, kali ini kami tidak mengarah naik menuju
Curug Siliwangi yang sangat terkenal di area itu, karena jaraknya yang terlalu
menanjak dan harus melalui jalan setapak dengan melewati pepohonan yang berduri
sepajang ± 3 kilo meter, kami memutuskan untuk
berhenti di sebuah kolam peninggalan belanda berbentuk persegi panjang dengan
sisinya yang oval, dulu di sekitar kolam tersebut terdapat kolam lainnya yang
berbetuk hati, masyarakat sekita dan para wisatawan yang berkunjung kesana
menyebutnya “Kolam Cinta”, namun sayang saat kami kesana Kolam Cinta sudah
tidak ada lagi, mungkin karena sudah dihilangkan atau tertimbun rumput ilalang
yang sangat lebat, yang jelas kami sudah tidak menemukannya lagi, padahal Kolam
Cinta juga merupakan kolam yang penuh dengan sejarah, karena pembangunannya
dilakukan pada masa kolonial belanda dan menjadi salah satu Ikon di Gunung
Puntang.
Menikmati Alam diatas puing-puing benteng |
Secara keseluruhan pemandangan di
Gunung Puntang sangatlah Indah, suasana alam yang sangat asri dan ribun serta
diselimuti kabut mampu memberikan suasana sejuk dan kesegaran udara yang sangat
didambakan masyarakat perkotaan, kokohnya benteng-benteng belanda di tengah
ribunnya pepohonan diselingi gemericik air sungai yang mengalir membelah hutan,
mampu membawa kita pada era kejayaan radio di jaman kolonial belanda
0 komentar:
Posting Komentar