Please ENJOY

Minggu, 02 November 2014

KAMPUNG NAGA Kampungnya Orang Sunda





Berangkat dari pusat kota Bandung tepat pkl 7 pagi, perjalanan menggunakan motor cukup melelahkan namun sangat menyenangkan, butuh waktu ± 3.5 jam, tujuan saya adalah Kampung Naga, salah satu dari sekian banyak Desa Adat di Jawa Barat, Kampung Naga tepatnya di Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasik Malaya. 


Menjadi objek kajian Antropologi untuk mempelajari kehidupan masyarakat sunda asli, yang hidup secara alami pada masa transisi dari pengaruh hindu ke pengaruh islam di Jawa Barat, itu alasan mengapa Kampung Naga banyak dikunjungi para pelajar dan mahasiswa baik dari dalam negeri maupun dari manca negara. Kita bisa belajar dari masyarakat Kampung Naga, bagaimana caranya hidup selaras dengan alam, berguna untuk alam dan memetik manfaat dari alam yang mereka diami tanpa sedikitpun merusaknya, sebuah kearifan lokal yang patut untuk dilestarikan,tetapi kita agak sulit untuk mempelajari sejarah kampung naga (asal muasalnya), karena tidak ada satupun arsip sejarah mengenai kampung Naga yang tersisa setelah peristiwa pembakaran Kampung Naga saat peristiwa DI/TII pimpinan Kartosoewiryo.


Lokasi Kampung Naga berada di sebuah lembah yang amat subur, untuk mencapai Kampung Naga kita harus menuruni tanggal berjumlah 439 anak tangga, dengan derajat kemiringan 400 , sebenarnya tidak terlalu melelahkan untuk menuruni satu demi satu anak tangga, namun karena perjalanan saya berawal dari Bandung dan menggunakan motor, jadi cukup untuk membuat lutut serasa mau copot. 


Saat tiba di lokasi, saya melihat ada beberapa bus pariwisata yang mengangkut anak sekolah dan mahasiswa, juga beberapa motor yang terparkir rapi, untuk masuk ke lokasi Kampung Naga tidak dipungut biaya alias gratis, kita hanya bayar parkir dengan nilai yang disesuaikan dengan kendaraan yang kita gunakan.


Dari atas kita bisa melihat rumah-rumah adat masyarakat Kampung Naga yang berbentuk rumah panggung dari kayu dengan beratapkan injuk yang tahan hingga 40 tahun, lokasi kampung disebuah lembah yang sangat subur, disebelah barat dibatasi oleh hutan larangan tempat para leluhur masyarakat kampung Naga dimakamkan, menurut salah satu warga siapapun boleh memasuki hutan keramat tersebut asalkan sudah mendapatkan ijin dari masyarakat setempat. Pernah suatu hari ada seorang pelajar yang nekat memasuki hutan larang tsb, lalu kesasar di tengah hutan dan tidak bisa kembali, pelajar tersebut baru bisa keluar dari hutan larang setelah masyarakat Kampung Naga beramai-ramai menjeputnya kembali.



Disebelah selatan dibatasi oleh sawah-sawah penduduk, saat kami kesana, sawah-sawah itu baru selesai dipanen, hingga kami tidak dapat menikmati pemandangan indah menghuningnya padi-padi yang ditanam secara organik.



Disebelah utara dan timur dibatasi oleh Sungai Ciwulan yang debet airnya sedang surut, mungkin karena kemarau yang cukup panjang, hingga di tengah sungai kita bisa melihat batu-batu cadas yang mengering, saya sempat berfoto diantara hamparan cadas sungai ciwulan. 


Bangunan di kampung Naga berjumlah 113 bangunan, terdiri dari 110 rumah, 1 mesjid, 1 rumah ageung (semacam aula) dan satu lagi bangunan yang lebih kecil untuk menyimpan hasil panen (lumbung padi). Ditengah-tengan kampung ada semacam lapangan yang biasa digunakan untuk menjemur padi hasil panen, di pinggirnya terdapat beberapa warung cendera mata hasil kerajinan masyarakat kampung.


Khusus untuk pengungjung yang datang secara rombongan, biasanya para pelajar dan mahasiswa disediakan pemandu wisata lokal yang khusus menerangkan segala sesuatu yang behubungan dengan kehidupan masyarakat Kampung Naga, kalau sedang mujur bisa juga mencicipi makanan khas kampung naga yang sederahana namun bercitarasa orisinil.


Kampung Naga akan selalu ada dan tetap ada selama masyarakatnya masih memegang teguh adat dan budaya yang mereka yakini dan selama para pengunjung tidak membawa pengaruh buruk dari luar yang akan memporakporandakan tatanan yang sudah lama ada.


0 komentar:

Posting Komentar