Sampai hari ini masih saja saya
lihat perbedaan merenggangkan suatu hubungan antar manusia, seolah pertemanan
hanya akan tersambung apabila segala sesuatunya sama, padahal banyak sekali hal
yang bisa kita ambil sebagai hikmah dari suatu perbedaan, kalau nasib setiap
manusia itu berbeda, lalu mengapa kita harus sama? Berbeda bukan berarti salah
dan sama tidak selalu benar.
Merenggangnya suatu hubungan
pertemanan atau bahkan persaudaraan akibat adanya suatu perbedaan tidak
seharusnya meruncing dan mengakibatkan suatu permusuhan. Naive rasanya apabila kita hanya mau berinteraksi dengan
pihak-pihak yang pendapatnya maupun pandangannya sama dengan kita.
merenggangnya suatu hubungan
akibat adanya perbedaan bukanlah hal sepele yang harus kita biarkan begitu saja,
kekhawatiran akan terjadi sebuah perpecahan bisa saja terjadi.
Contoh kecil adalah saat kita
menghadapi Pemilu Presiden, begitu kalapnya para pendukung capres mendukung
pilihannya, dengan kejinya melakukan black
campaign, membuat berita fitnah di media masa dan media sosial, lalu
diantara kita mengambil bagian dalam melakukan black campaign dan fitnah tsb, dengan turut serta menyebarkannya, demi memenangkan capres yang dijagokan,
padahal siapapun yang nantinya terpilih
menjadi presiden dan wakilnya, mereka adalah putra terbaik bangsa yang
akan bekerja untuk negara yang kita cintai. Seandainya kita mau mendukung
capres pillihan kita, kita tidak perlu mengorbankan moral kita dengan
mengesampingkan prilaku-prilaku beradab yang selama ini kita junjung tinggi,
kita tidak perlu melakukan fitnah atau membuka aib capres yang tidak kita
pilih, cukup dengan tidak menjadi golput, datang ke TPS dan coblos capres yang
kita sukai.
Renggangnya suatu hubungan antar
sesama karena adanya sebuah perbedaan, perlahan namun pasti bisa mengikis
kebhinekaan kita, Indonesia adalah negara yang rakyatnya terlihat sangat
toleran padahal sebenarnya sangat rasis. Itu bisa kita lihat saat warga
keturunan hendak membuat Kartu Keluarga, KTP, Akte Kelahiran dll, pastilah
harganya berbeda, dan yang menjadi pertanyaan adalah mengapa harus berbeda?
Bukankan warga keturunan atau non keturusan sama-sama warga Negara Indonesia
dengan hak dan kewajiban yang setara.
Lebih heran lagi ketika ada calon
kepala daerah yang ditolak bukan karena ketidakmampuannya menjadi seorang
pemimpin daerah, tetapi karena keyakinan/kepercayaannya yang berbeda atau
karena bukan berasal dari suku yang dikehendaki, betapa rasisnya masyarakat
Indonesia, padahal sumpah pemuda (28 Oktober 1928) sudah lama diikrarkan,
tetapi masih saja ada orang-orang yang merasa berbeda Ras, Suku, Agama dan Adat
Istiadat, sumpah pemuda menjadi tidaklah berarti apabila mereka tidak merasa
“satu”.
Dalam kehidupan sehari-hari,
kitapun bisa merasakan bahwa perbedaan sering kali merenggangkan sebuah
hubungan, misalnya perbedaan pendapat dan keinginan antara pihak karyawan
dengan pimpinannya, atau antara pihak karyawan dengan karyawan lainnya, lalu
pihak yang “merasa pintar” (superior)
berusaha mengintimidasi pihak yang “pintar merasa” (inferior) seolah bahwa pihak si superiorlah yang paling benar dan
paling layak untuk di dengar. Perbedaan pendapat seperti ini menjadi salah satu
penyebab merenggangnya hubungan antara si “merasa pintar” dengan si “pintar
merasa”.
Ada sebuah kejadian ironi, ketika
seorang bapak tua berselisih pendapat dengan anak lelakinya yang sudah dewasa,
mereka berdua berhadap-hadapan, saling bentak dan bicara sambil teriak-teriak, padahal jarak
mereka sangat dekat berhadap-hadapan. Lalu apa penyebabnya? Pastilah adanya
perbedaan pendapat atau pandangan, sehingga saat itu mereka sangat sulit untuk
disatukan. Mereka bicara dengan keras, teriak sekencang-kencangnya, meskipun
jarak mereka sangat dekat, tetapi karena adanya sebuah perbedaan itulah yang
pada akhirnya membuat mereka harus bicara saling bentak dan berteriak-teriak,
mereka tidak mungkin bisa bicara pelan-pelan, karena jarak telah memisahkan
mereka, meskipun secara fisik mereka saling berdekatan tetapi sebenarnya secara
hati mereka berjauhan. Perbedaan telah merenggangkan jarak hati antara
keduanya.
Mengapa kita harus selalu
mempermasalahkan orang-orang yang beda pendapat dan beda cara pandangannya
dengan kita? Bukankah kebebasan berpendapat adalah hak setiap individu? Bukankah
perbedaan itu adalah sebuah “Rahmat” dan dengan adanya perbedaan bisa
memunculkan ide-ide positif. Lalu tidak bisakah kita menyatukan dua yang
berbeda menjadi satu kesatuan dalam sebuah harmoni?
Kita tidak perlu takut jika
mempunyai pandangan dan pendapat yang berbeda dengan orang kebanyakan, kita
tidak perlu takut apabila orang-orang yang pendapatnya beda dengan kita akan
menjadi orang yang membenci kita. karena “Haters adalah fans kita yang salah
fokus”?
Harmoni hitam putih adalah
menyatunya dua yang berbeda menjadi satu kesatuan yang utuh, yang mampu
menciptakan output baru yang indah.
Mari kita harmonisasikan perbedaan.
0 komentar:
Posting Komentar