Minggu,
1 September 2013, adalah hari yang telah kami tentukan, tepat pkl 7:00 kami semua (Deddi, Saya, Rere, B'Mar, Retno dan P' Tommy) sudah berkumpul di kantor Jl. Braga no
5, Bandung, menghabiskan waktu setengah jam untuk sarapan nasi kuning, lalu...
jusssss... mobil melaju kencang di jalan yang cukup lengang, menuju Kampung Manglid, Desa Cicadas, Kecamatan Rongga,
Kabupaten Bandung Barat, sebuah Kabupaten Bandung yang berbatasan langsung dengan
Kabupaten Cianjur. Tujuan kami adalah menuju Curug Malela, air terjun
yang lumayan fenomenal, hingga masyarakat sekitar menyebutnya Little Niagara.
Perjalanan
dari Kota Bandung sangat panjang dan melelahkan, agar lebih cepat kami
menggunakan akses jalan tol, masuk dari pintu tol Pasteur dan keluar melalui
pintu tol Padalarang, lalu berbalik arah, dan mulai memasuki kawasan Batujajar,
lalu menuju kecamatan Cihampelas, hingga melewati Cililin, kota kecamatan
SindangKerta, Bunijaya, Gununghalu dan perkebunan teh Rongga, Seluruh akses
jalan yang kami lalui tidak ada satupun yang bagus, konturnya naik turun dan
berkelok, jalanannya sangat rusak parah,
berlubang, dan di kawasan tertentu terutama saat kami melewati pasar
tradisional kami dihadang kemacetan, karena banyak angkot yang ngetem
sembarangan. Entah apa yang dilakukan Bupati Bandung Barat, yang jelas saat
kami melalui jalan itu, tidak satupun terlihat adanya pembangunan yang berarti.
Hibernasi yang dilakukan Bupati dan Wakilnya terlalu lama, hingga matanya tidak
mampu melihat lagi betapa parahnya akses jalan menuju Curug Malela yang kami
lalui.
Meskipun
jarak antara Kota Bandung menuju Curug Malela cukup jauh, tetapi kami sama
sekali tidak mengalami kesulitan, karena dari Kabupaten Cililin kami dapat
dengan mudah menemui petunjuk arah menuju lokasi curug. Tepat tengah hari kami
sudah sampai di kawasan Kabupaten Gunung Halu, kami berhenti beberapa menit
untuk membeli sedikit makanan sebagai bahan cemilan di perjalanan, meskipun
yang kami dapatkan hanya pisang, telur asin dan beberapa lontong, tapi lumayanlah
untuk sekedar pengganjal perut lapar yang dari tadi sudah terombang-ambiang
selama perjalanan.
Tepat
di kawasan perkebunan teh Rongga, kami berhenti karena ada beberapa tukang ojek
yang menawarkan jasa untuk mengantar kami menuju Curug Malela, kami terlibat
adu tawar harga, tukang ojek itu menawarkann jasa mengantar kami dengan biaya
yang sangat mahal, kami dipatok Rp. 100,000 / pp / orang.... wowwww... mahal
sekali, tukang ojek itu menggunakan “prinsip aji mumpung”, dengan alasan akses
jalan menuju lokasi sangat rusak dan sulit untuk dilalui kendaraan roda empat
yang kami pakai. Karena tawar menawar harga yang kami lakukan tidak membuahkan
hasil seperti yang diharapkan, akhirnya kamipun nekat melanjutkan perjalanan menanjak
sepanjang 2 km kearah menuju Curug Malela, setelah melewati jalanan becek dan
berlubang, kami sampai di pangkalan ojek yang ke dua, di kawasan ini kami
benar-benar menyerah untuk mengganti
kendaraan roda empat yang kami pakai dan menggunakan jasa ojek, karena jalanan
selanjutnya sungguh sangat parah, jalanan yang masih berbentuk tanah yang becek, licin, berlubang dan kurang
lebar jika kami menggunakan kendaraan roda empat. Kali ini harga yang dipatok
tukang ojek Rp. 50,000 / pp / orang.
Ok
lah, kami setuju dengan harga yang mereka tawarkan karena memang sesuai dengan
akses jalan yang kami lalui, dari pangkalan ojek ke arah pintu menuju Curug
Malela sangat jauh, sekitar 7 km, selama perjalanan kami benar-benar
merasa seperti sedang mengikuti Off
Road, turun naik, melewati jalan setapak, hingga beberapa kali kami harus
menarik napas panjang saat tukang ojek yang membawa kami berpapasan dengan
pengendara motor lain di jalan yang sempit, mereka sama sekali tidak mengurangi
kecepatannya, setelah sekilan lama tubuh kami terombang ambing, barulah ojek
yang kami tumpangi sampai di depan pintu menuju kawasan Curug Malela, kami
berhenti tepat di depan warung, di tempat itu sama sekali tidak kami temukan pos
untuk membeli ticket masuk, hingga kamipun tidak dipungut biaya untuk membeli
ticket masuk menuju Curug Malela.
Di
pintu menuju arah Curug Malela ternyata kamipun harus terus melanjutkan
perjalanan yang sangat melelahkan, kali ini kami harus rela berjalan kaki
sepanjang -/+ 2 km, jalanannya menurun sangat tajam, kami harus melewati
hutan, pesawahan, dari mulai jalanan yang terbuat dari batu, tanah, hingga
meniti tangga yang jumlahnya lebih dari 200 anak tangga, rasa penasaran kami terhadap curug yang sudah
terlihat dari kejauhan mengalahkan rasa lelah kami, hingga tak terasa kami
berjalan terus, dan akhirnya sampailah di lokasi yang kami tuju.
Curug
Malela sungguh indah dan menakjubkan, suara gemuruhnya sudah terdengar dari
kejauhan, dengan ketinggian sekitar 60-70 meter, airnya jatuh dari atas
membentuk gordeng yang sangat lebar hingga mencapai 50 meter.
Di
bawah curug terhampar batu-batu besar yang biasa digunakan para pengunjung
untuk beristirahat sambil menikmati indahnya curug, dan berfoto bersama. Curug
Malela selain terkenal dengan keindahannya juga terkenal dengan cerita
mistisnya, nama Malela sendiri menurut penduduk sekitar diambil dari tokon
masyarakat setempat yaitu Eyang Tadjimalela, seorang ahli silat pada jaman
dahulu, penduduk sekitarpun menyarankan untuk tidak berkunjung ke Curug Malela
di hari Selasa dan Jum’at, dengan alasan yang sampai saat ini belum kami
ketahui.
Terlepas
dari cerita legenda mengenai Eyang Tadjimalela dan cerita mistis di dalamnya,
Curug Malela adalah curug yang sangat indah dan menakjubkan, meskipun akses
jalan menuju curug tidaklah bagus dengan infrastruktur yang belum tersentuh
tangan pemerintah, Curug Malela adalah curug yang layak direkomendasikan untuk
dikunjungi terutama bagi mereka yang menyukai petualangan alam.
Dari kiri ke kanan (Dedi, Saya, Rere, B'Mar, Retno, P'Tommy) |
Nice...i've been there too, with both my kids
BalasHapusKok gak diceritakan perjalan pulangnya hahahaha,,, apakah menaiki tangga pulang lebih asyik daripada saat menuruninya?
Harus ditambahkan pemandangan curug malela yang dari kejauhan, dari arah 1 km .. keren juga pic nya.
plus kontur jalan yang menuju kesana pake ojeg.. yang aduhaimembuat perut terkocok ria...
i love wisata alam too.. dan cita-cita harus bisa mengunnjugi semua wisata alam di Indonesia, baik yang terkenal maupun yang belum.
Hahahaha...ada yg ngerasa senasib sepenanggungan!
HapusZS.... ternyata perjalanan pulang jauh lebih melelahkan, dari curug kita harus terus jalan kaki menanjak ampe gempor nech paha, tapi lebih asyikkk pas pulangnya karena jauh lebih menantang, lagian kalau kita tujuannya main untuk berpetualang alam memang harus cape karena kalau gak capek yah gak rame.
BalasHapusSayangnya aku hanya bawa kamera pocket bukan yang profesional jadi kalau ngambil gambar dijarak yang jauh, keindahan curugnya malah gak jelas
IDS.... cobainlah kunjungi curug malela, lumayan loh buat ngerenggangin otot
Betul sekali....ke curug malela cape lahir dan batin. Curug nya indah dan menakjubkan.
BalasHapus