Ruangan megah dengan arsitektur islami terlihat begitu indah, satu persatu para tamu pengunjung sebuah restaurant dengan masakan khas timur tengah mulai terlihat memenuhi ruangan, bila dilihat dari luar, bangunan itu terlihat seperti sebuah mesjid dengan kubah besar setengah lingkaran dan diapit kubah-kubah kecil di sekelilingnya, konsep bangunan luar dan interiornya banyak dihiasi dengan bentuk-bentuk lingkaran atau setengah lingkaran, begitu juga dengan meja makan yang berjumlah lumayan banyak, berbentuk lingkaran. Ini adalah restaurant timur tengah dengan nuansa khas padang pasir.
Dentuman rebana berbahan kulit ular dan petikan gitar bulat dengan gagang panjang tiba-tiba membahana memenuhi isi ruangan, semua pengunjung terpekik kaget, keempat pemain musik terus saja memainkan musiknya yang menghentak-hentak, mereka adalah para seniman keturunan China-Turki.
Salah satu dari keempat seniman itu maju mendekati microphone sambil terus memukul-mukul rebana berbahan kulit ular, lalu lengkingan suara keluar dari mulutnya, persis seperti suku indian yang akan berperang.
Alunan musik dan lengkingan dari para seniman keturunan China-Turki ini terus meggetarkan isi ruangan yang penuh dengan ornamen lingkaran dan setengah lingkaran, mengiringi seorang penari (Darwis) yang baru saja menaiki panggung pertunjukan.
Berputar dan terus berputar, Whirling Dervishes, tariannya orang-orang yang sudah lama meninggalkan keduniawian dan terfokus pada bagaimana mendekatkan diri pada Sang Kholik. Tarian yang merupakan manifestasi dari sebuah maha cinta seorang hamba terhadap Tuhannya.
Semua pengunjung tertegun dengan tarian yang gerakannya semakin lama semakin cepat, tarian yang sebenarnya merupakan inspirasi dari seorang Filsuf dan Penyair Turki (kita sering menyebutnya Asia Tengah) bernama Maulana Jalaluddin Rumi, yang pernah hidup di abad ke 13, gerakan yang statis dengan kecepatan yang dinamis, berputar dan terus saja berputar berakselerasi dengan dentuman musik dari suara pukulan rebana dan petikan gitar dari jari-jari terlatih.
Musiknya membuat orang frustasi semakin terpuruk dan orang yang bersuka cita semakin bahagia, penarinya terus saja berputar-putar, meliuk-liuk, sesekali tangannya diangkat turun naik, dihentakan lalu dibentangkan, hingga mirip sebuah baling-baling pesawat di era perang dunia ke dua. Berputar berlawanan dengan arah jarum jam, sementara semua penonton terpaku, mereka tertegun penuh kagum.
Dentuman musik dan gerakan tari diantara hiruk pikuknya pengunjung yang memenuhi ruangan berbentuk lingkaran, seolah mampu membawa penikmatnya melampaui batas-batas alam bawah sadar, meninabobokan sebuah angan hampa yang selama ini terisi oleh obsesi-obsesi semu keduniawian. Tarian seorang Darwis adalah tarian alam bawah sadar, yang mampu membuat penarinya mengalami ekstase.
Tinggalkan sejenak semua keinginan yang belum tercapai, tanggalkana semua atribut profesi yang selama ini membanggakan, lepaskan semua rasa bangga terhadap apa yang selama ini dimiliki, lalu dengarkan musiknya dan nikmati tariannya, simak setiap putaran tubuh seorang darwis yang sedang menari, disanalah kita akan bisa merasakan kedalaman makna.
Putaran tubuh tarian sufi, bukan hanya sekedar putaran, tetapi sebuah gerakan berputar yang mampu menyadarkan siapa saja yang melihatnya untuk sejenak merenung, arti dari sebuah kehidupan, putaran tubuh yang berulang-ulang bagaikan jalan hidup yang bergelombang, persis seperti nasib yang beulang-ulang antara bahagia dan merana.
Tiba-tiba senyap, bunyi musik berhenti, penonton berdiri sambil tepuk tangan, dan perlahan “saya hentikan putaran itu, saya lelah dengan tarian saya, saya lelah dengan putaran hidup yang saya jalani. sayalah Darwis itu”.
0 komentar:
Posting Komentar