Please ENJOY

Kamis, 23 Agustus 2012

Tamasya Orang-orang Pinggiran


Liburan panjang saat lebaran atau hari besar lainnya adalah sebuah moment yang penting bagi masyarakat pada umumnya, tak terkecuali bagi masyarakat yang tinggal dipinggiran kota bahkan jauh di pelosok desa, masyarakat yang kesehariannya hidup dengan sangat sederhana bahkan serba kekurangan, mereka berbaur bersuka cita menjadi satu di beberapa lokasi wisata yang sudah sangat terkenal.

Sangat mudah sekali bagi kita untuk membedakan mana masyarakat kota dan mana masyarakat pelosok desa / pinggiran kota yang sedang berlibur, kita bisa melihat dari tujuan wisata, harga ticket masuk, dengan apa mereka mencapai tujuan dan apa saja barang-barang yang dipakai atau dibawa saat berlibur, belajar menjadi pengamat sosial bagi masyarakat pinggiran yang sedang berlibur sangat mengasyikan sekaligus menggelikan, juga ada  kisah-kisah tragis dan sedih yang bisa kita simak tanpa sedikitku berniat untuk under estimate.

Suatu senja di Alun-lun Bandung, tepatnya pada saat menjelang pergantian tahun menjadi pemandangan yang sangat unik, diantara hiruk pikuknya masyarakat perkotaan yang hendak merayakan pergantian tahun, diantara asap knalpot kendaraan yang pekat, berjubelnya mobil dan motor, bisingnya suara terompet dan lalu lalangnya para pejalan kaki, perhatian saya tertuju pada serombongan keluarga, terdiri dari ayah-ibu dan anak-anaknya, saya juga melihat ada beberapa orang tua dalam rombongan itu, mungkin mereka kakek-neneknya, mereka bergegas memasuki lapangan Alun-alun Bandung, menggelar tikar yang terbuat dari anyaman rumput mendong, membuat lingkaran dan membuka sebuah bungkusan besar, agak aneh rasanya melihat rombongan itu membuka nasi timbel dan perbekalan lainnya lalu menyantap makanan dengan nikmatnya di tengah lapangan Alun-alun Bandung, sungguh mereka tidak peduli dengan hiruk pikuknya suasana disekitar mereka, yang penting asyiikkkk….


Lain cerita di Alun-alun Bandung lain juga cerita di Taman Lalu Lintas Bandung, sebuah taman yang sengaja dibuat untuk memperkenalkan sekaligus mengajarkan kelalulintasan kepada anak-anak semenjak dini, yang dilengkapi miniature jalan, rambu-rambu lalu lintas, sepeda dan beberapa kendaraan mini. Taman Lalu Lintas yang berlokasi di Jalan Belitung No. 1 Bandung, dibangun / didirikan oleh perkumpulan BKLL ( Badan Keamanan Lalu Lintas) Cabang Bandung dari tanggal 21 Maret 1956 s/d awal tahun 1958 (±2 tahun). Taman Lalu Lintas diresmikan dan dibuka untuk masyarakat umum pada tanggal 01 Maret 1958. Kemudian, pada tahun 1965 Taman Lalu Lintas ini diberi nama Taman Lalu Lintas Ade Irma Suryani Nasution, berdasarkan Surat Keputusan DPRD-GR Kotamadya Bandung tanggal 20 November 1965 No. 18660/65.

Taman yang sebetulnya sarat dengan nuansa pendidikan kelalulintasan dan permainan ini menjadi hilang fungsinya, saat serombongan keluarga yang datang pastilah dari luar kota bandung, berkunjung datang kesana, membeli ticket masuk, menggelar tikar lalu membuka bungkusan makanan, dan… nyaaammm…nyaaammm… kejadianya sama persis seperti serombongan keluarga yang pernah saya lihat saat senja hari di Alun-alun Bandung, mereka datang bukan untuk menyuruh anak-anaknya bermain sambil belajar kelalulintasan tapi hanya untuk menggelar tikar, membuka timbel dan makan bersama.

Dari semua cerita seru hasil pengamatan saya mengenai Tamasya Kaum Pinggiran, yang paling seru adalah masa liburan Lebaran, H+1 sampai liburan lebaran usai, pangamatan saya tertuju pada ribuan orang yang datang dari berbagai pinggiran kota, mereka semuah tumpah ruah di Kebun Binatang Bandung, Masyarakat Sunda biasa menyebutnya DERENTEN, Kebun binatang yang didirikan pada tahun 1930 oleh Bandung Zoological Park (BZP), yang dipelopori oleh Direktur Bank Dennis, Hoogland. Pengesahan pendirian Kebun Binatang ini diwenangi oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda dan pengesahannya dituangkan pada keputusan 12 April 1933 No.32. Pada saat Jepang menguasai daerah ini, tempat wisata ini kurang terkelola, hingga pada tahun 1948, dilakukan rehabilitasi untuk mengembalikan fungsi tempat wisata ini. Pada tahun 1956 atas inisiatif dari R. Ema Bratakoesoema, Bandung Zoological Park dibubarkan, dan pada tahun 1957 berganti menjadi Yayasan Marga Satwa Tamansari.

Para rombongan yang jumlahnya ribuan itu mayoritas datang dari pinggiran kota Bandung bahkan dari pelosok desa, mereka datang dengan menyewa Angkutan Kota (angkot), menggunakan mobil box terbuka, bahkan ada yang datang dengan menaiki truck, bagi mereka panas dan debu selama perjalanan bukanlah masalah, yang penting bisa sampai tujuan dengan selamat, dan masih pagi, bahkan ada diantara rombongan itu yang sudah datang pukul 4:30 dini hari, mereka rela menunggu dibukanya counter tempat penjualan ticket masuk agar dapat masuk lebih dulu di bandingkan rombongan lainnya, padahal pintu masuk kebun binatang dibuka pada pukul 8:30 pagi.

 Berbeda dengan masyarakat kota yang serba simple, masyarakat yang datang dari pinggiran kota berlibur dengan sangat ribet, mereka membawa berbagai perlengkapan, setiap individu rela menentang bawaannya saat memasuki kebun binatang, dari mulai rantang berisi lauk pauk, kantong plastic berisi timbel nasi, termos untuk menyimpan air panas, gelas + piring plastik, beberapa misting, beberapa lembar tikar,….”oh my god”… banyak sekali, bahkan kue sisa lebaranpun mereka bawa dengan stoplesnya.

Di dalam kebun binatang sudah tersedia warung untuk sekedar beli makanan dan minuman, tikar sewaan, bahkan food court dan restaurant siap sajipun ada disana, lalu untuk apa mereka capek-capek membawa perbekalan sebanyak itu dari rumah?


sepatu  7 cm (high heel)

Saya sampai melongo dan tidak bisa berkata apa-apa saat menyaksikan rombongan masyarakat desa yang sedang berlibur di kota, dandanan mereka sungguh tak lazim, banyak para perempuan dan ibu-ibu datang dengan mengenakan baju tradisional kebaya lengkap dengan kainnya, ada yang pake rok mini ketat dengan make up wajah yang sangat menor seperti penyanyi dangdut, ada yang ditelinganya pake anting dengan diameter yang besar, dan diantara pengunjung ada juga seorang ibu muda yang datang menuntun anak perempuannya yang berusia sekitar 6 tahun, gak mau kalau mode si ibu dan anaknya yang masih berusia 6 tahun datang memakai sepatu dengan hak setinggi 7 cm (high heel), padahal kontur Kebun Binatang Bandung itu turun naik, bisa dibayangkan betapa tersiksanya mereka saat berjalan kaki mutar-mutar melihat koleksi satwa dan tumbuh-tubuhan disana, lalu… ouuupppsssttt… si anak jatuh, kakinya terkilir tepat di depan saya, itu semua gara-gara memakai sepatu hak tinggi diantara berjejalnya para pengunjung kebun binatang.

Begitu juga dengan para pemuda dan bapak-bapaknya, merekapun datang dengan pakaian yang sangat tidak lazim, ada yang menggunakan celana jeans di bawah pinggang (model ini pernah trend 12 tahun yang lalu), “sungguh mereka ketinggalan mode”, ada yang memakai peci dan topi cowboy, ada yang membawa kamera Polaroid (padahal sekarang zamannya digital), menggunakan rompi dari kulit seperti penyanyi rock yang akan naik panggung, merokok cerutu dan berbagai tingkah polahnya yang sangat aneh.

Mereka para pungunjung kebun binatang yang datang dari pelosok desa benar-benar menggelikan, mereka sungguh korban mode, mereka itu orang “kampung yang ingin ngota”. Anehnya lagi mereka datang kesana dengan tujuan yang sama, menggelar tikar, membuka perbekalan makan, dan makan bersama, mereka seolah tidak peduli dengan sejarah dan fungsi dari tujuan wisata yang mereka kunjungi, bagi mereka yang penting datang dengan rombongan dan makan bersama, padahal fungsi dari kebun binatang yang sebenarnya adalah:

  • Fungsi kebudayaan. Kebun Binatang Bandung sebagai tempat rekreasi yang didalamnya terdapat wahana pergelaran seni budaya, tentunya mempunyai fungsi kebudayaan, yaitu dapat menanamkan kesadaran dan rasa cinta tanah air melalui pengamatan dan pemahaman kekayaan budaya, serta pengamatan dan pemahaman kekayaan flora dan fauna.
  • Fungsi pendidikan dan Iptek. Kebun Binatang Bandung merupakan sebuah wahana yang dapat dimanfaatkan oleh kalangan edukatif untuk menambah pengetahuan dan untuk menghasilkan butir-butir pengetahuan baru yang bermanfaat dan berguna bagi kehidupan masyarakat. Kebun Binatang Bandung ini juga dapat dimanfaatkan sebagai obyek riset atau penelitian di berbagai keilmuan.
  • Fungsi perlindungan dan pelestarian kekayaan alam. Kebun Binatang Bandung sebagai tempat dimana wahana flora dan fauna dikembangkan dan dilestarikan, berkomitmen untuk menjaga dan melestarikan berbagai satwa flora dan fauna dengan tujuan menjaga kekayaan alam.
  • Fungsi rekreasi. Kebun binatang bandung tentunya mempunyai fungsi sebaga tempat rekreasi bagi masyarakat.

Ternyata menjadi pengamat sosial “dadakan” itu capek yah……

2 komentar:

  1. akan menjadi aneh memang orang kota melihat serombongan orang pinggiran menikmati momen2 seperti lebaran ginian...krn pengetahuan mereka tak seperti kita hingga ada yang menurut kita tak lazim, malah itu yg dianggap trend bagi mereka....tapi itulah keragaman perbedaan....

    BalasHapus
    Balasan
    1. ternyata "keragaman" itu mempunyai keunikan tersendiri yah, tetapi yang terpenting dari semua itu kita dan mereka bisa berbaur bersama menikmati liburan dengan gembira

      Hapus